Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar Rapat Terbatas (Ratas) terkait pengendalian impor sampah dan limbah di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/8). Dia menyebutkan tiga langkah tegas pengendalian impor sampah Indonesia.
Pertama, memaksimalkan potensi sampah dalam negeri daripada impor untuk kebutuhan bahan baku industri nasional. Menurutnya, sampah yang terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun bisa berdampak sangat negatif bagi masyarakat.
Kedua, Jokowi meminta percepatan perbaikan tata kelola dan regulasi impor sampah yang lebih tepat. Terakhir, dia menegaskan perlunya penegakkan aturan dan pengawasan yang ketat apabila ada pelanggaran. "Seketat-ketatnya terhadap impor sampah dan limbah yang masuk ke Indonesia," ujar Jokowi saat membuka ratas.
(Baca: Jokowi Diminta Setop Impor Sampah Plastik)
Jokowi menyatakan memang terjadi tren peningkatan ekspor sampah dan limbah dari negara maju menuju negara berkembang. Makanya pemerintah harus hati-hati terhadap impor sampah dan limbah yang masuk ke Indonesia.
"Pada satu sisi, impor terutama serat kertas dan plastik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri, tetapi di sisi yang lain banyak sampah dan limbah yang masuk berpotensi merusak lingkungan jika tidak dapat didaur ulang," kata Jokowi membuka Ratas.
Para menteri kabinet kerja pun diminta untuk menyatukan persepsi atas impor sampah dan limbah untuk kebutuhan industri. Sebab Jokowi tidak ingin ada perbedaan pandangan yang menghambat penanganan impor sampah dan limbah dari sudut pandang lingkungan dan ekonomi.
(Baca: Pemerintah Diminta Kaji Ulang Izin Industri Pengimpor Sampah Plastik)
Dalam Ratas, turut hadir Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Kemudian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala BKPM Thomas Lembong, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.
Sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada lingkungan, Ecological Observation and Wetlands Conversation (Ecoton), meminta pemerintah menghentikan impor sampah plastik. Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mendesak pemerintah menyetop impor sampah plastik jenis sampah rumah tangga, domestik, dan tanah.
Selain itu, dia meminta Kementerian Perdagangan mengeluarkan impor sampah dari kategori garis hijau dan memasukkannya ke dalam kategori garis merah. Saat ini, aturan impor sampah plastik tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan 31 Tahun 2016.
(Baca: Darurat Sampah Plastik, Pemerintah Bentuk Gerakan Satu Juta Tumbler)
"Kemendag terbukti gagal melakukan pengawasan pada impor sehingga banyak terjadi pelanggaran berupa penyelundupan sampah plastik di dalam waste paper yang diimpor oleh pabrik kertas di Jawa," kata Prigi.
Ecoton juga mengusulkan pemerintah untuk melakukan kajian dampak impor waste paper pada kerusakan lingkungan. Ecoton menemukan semua pabrik kertas di Daerah Aliran Sungai Brantas membuang limbah cair yang mengandung mikroplastik.
Prigi menegaskan industri kertas nasional tidak mampu mengelola kontaminan plastik dalam waste paper/raw material karena teknologi daur ulang yang tidak memadai. Bahkan, pabrik kertas juga tidak mampu mengelola impor sampah plastik dan justru memperjualbelikannya kepada industri kecil seperti pabrik tahu, pabrik krupuk, dan pembakaran bata.