Ada Insentif Pajak, Harga Mobil Listrik dan Konvensional Cuma Beda 15%

Michael Reily|Katadata
Alat pengisian ulang mobil listrik
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
15/8/2019, 05.10 WIB

Aturan kendaraan listrik sudah resmi diluncurkan beberapa waktu lalu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, perbedaan harga mobil listrik dan mobil konvensional bisa semakin kecil sekitar 10%-15% dengan adanya beragam insentif seperti yang tercantum dalam baleid tersebut.

"Sekarang bedanya 40%. Dengan kebijakan itu, mungkin (perbedaan harga) sekitar 10% sampai 15% dari mobil yang combation engine (mesin pembakar)," kata Airlangga di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Kamis (15/8).

Menurutnya, harga mobil listrik akan semakin murah karena ditopang oleh sejumlah insentif, seperti Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 0%. Selain itu, ada pula insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk menarik minat konsumen seperti pembebasan bea balik nama dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).

(Baca: Pemerintah Beri Insentif Bea Masuk hingga Parkir untuk Mobil Listrik)

Tak hanya itu, pemerintah membuka kemungkinan agar mobil listrik bisa diberi insentif non fiskal, seperti pembebasan jalur bus. "Seperti di Finland atau Norway," ujarnya.

Namun, hal tersebut menurutnya masih akan dibahas lebih lanjut bersama dengan Pemerintah Daerah.

Airlangga mengatakan, pemerintah telah berbicara  dengan pemerintah DKI Jakarta dan Bali soal pembebasan masuk  jalur bus. Karena, Jakarta dan Bali akan dijadikan proyek percontohan untuk penerapan mobil listrik.

(Baca: Kemenkeu Beberkan Potongan Pajak dan Bea Impor Kendaraan Listrik)

Setelahnya, pemerintah juga akan mendorong produksi kendaaraan motor listrik. "Sekarang sudah diproduksi di Viar, kemudian Gesit. Nanti kami lihat lagi," ujarnya.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan sebelumnya tela diteken presiden Joko Widodo pada 8 Agustus 2019.

Tak hanya berisi berbagai detail aturan, pemberian beberapa insentif juga disebutkan  dalam regulasi itu.

Pasal 17 Ayat 3 misalnya, menyebutkan ada 11 penerima insentif terkait program percepatan kendaraan transportasi listrik berbasis baterai. Contohnya untuk pihak yang melakukan investasi pabrik, pengembangan riset, penyewa baterai untuk sepeda motor listrik, penyedia infrastruktur pengisian listrik umum hingga angkutan umum atau perseorangan yang menggunakan kendaraan listrik.

Sedangkan pada pasal 19 juga disebutkan secara detail, mengenai 14 insentif fiskal yang diberikan untuk program percepatan kendaraan berbasis baterai listrik. Insentif tersebut di antaranya berupa bea masuk untuk impor kendaraan listrik dalam keadaan terurai lengkap ataupun tidak, serta komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu.

Lalu, ada insentif berupa pajak penjualan atas barang mewah. Pajak pusat dan daerah juga dibebaskan.

Selanjutnya, insentif bea masuk untuk impor mesin, barang, dan bahan dalam rangka investasi. Penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor. Bahkan, pemerintah menanggung bea masuk impor bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi kendaraan listrik.

(Baca: Jokowi Minta Anies Jadikan Jakarta Contoh Kendaraan Listrik Bersubsidi)

Selain itu, diberikan pula insentif untuk pembuatan peralatan penyedia infrastruktur listrik. Ada juga insentif pembiayaan ekspor dan untuk kegiatan riset. Lalu, keringanan biaya pengisian listrik dan pembiayaan pembangunan stasiun penyedia listrik umum (SPLU)

Pemerintah juga memberikan stimulan terkait sertifikasi kompetensi. Terakhir, tarif parkir untuk kendaraan listrik dapat insentif sesuai lokasi yang Pemerintah Daerah tentukan.

Reporter: Rizky Alika