Insentif Super Pajak Dapat Mendorong Investor Teknologi Dunia Masuk RI

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Ilustrasi pendidikan vokasi. Pengusaha menilai investasi pada sektor teknologi akan masuk ke Indonesia seiring dengan adanya insentif pengurangan pajak atau super deductible tax.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
10/7/2019, 14.25 WIB

Pengusaha menilai investasi pada sektor teknologi akan masuk ke Indonesia seiring dengan adanya insentif pengurangan pajak atau super deductible tax. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan, investor akan masuk terutama untuk industri electronic vehicle (EV).

"Industri EV, perangkat cerdas, dan otomotif bisa memiliki prospek cukup baik ke depannya dalam membantu meningkatkan ekspor," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (10/7). Selain itu, insentif pajak dinilai dapat mendorong industri untuk meninggalkan ketergantungan pada komoditas.

Industri manufaktur yang memiliki nilai tambah tinggi, Shinta mengatakan, membutuhkan banyak  tenaga kerja ahli. Namun, untuk biaya penelitian dan pendidikan vokasi ini tidak murah. Akhirnya, banyak lulusan vokasi malah jadi tak terserap lantaran biayanya mahal.

Dengan adanya insentif tersebut, industri manufaktur yang memberikan pendidikan vokasi dan riset bisa menikmati fasilitas pengurangan pajak. Karena itu, pengusaha menyambut baik kebijakan ini serta menanti aturan turunannya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

 (Baca: Sri Mulyani Targetkan PMK Insentif Super Pajak Selesai Pekan Depan)

Selanjutnya, pemerintah dinilai perlu membangun industri pendukungnya. Untuk mobil listrik, Indonesia sudah mulai membangun pabrik lithium di Morowali. Kemudian untuk perakitan telepon pintar atau smartphone, RI telah memiliki pelaku usaha yang ahli di Batam.

"Lainnya yang perlu dibangun adalah komponen perakitan seperti tanah jarang, semikonduktor atau logam yang sudah ditingkatkan kualitasnya," ujarnya.

Selain itu, kebijakan insentif pajak akan mendorong perusahaan untuk berinvestasi pada sarana penelitian dan pengembangan agar sesuai dengan kebutuhan industri. Terlebih lagi, biaya litbang dinilai sangat besar, yaitu 10-30% dari anggaran perusahaan.

Dengan litbang, industri bisa menyesuaikan dengan kondisi pasar, lingkungan, dan pasokan bahan baku. Shinta menilai, Indonesia memiliki keunggulan komparatif bila target pasar industri ditujukan untuk ASEAN. "Saya yakin kebijakan ini bisa membantu ekspor, sumber daya manusia, dan kemampuan penelitian," ujarnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perindustrian Johnny Darmawan juga menyambut baik insentif tersebut. "Jadi banyak perusahaan padat karya akan datang ke Indonesia," ujarnya.

Ia pun menilai, perusahaan padat modal di Indonesia akan beralih menjadi padat karya guna mendapatkan insentif tersebut. Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja dapat lebih meningkat.

(Baca: Para Pengusaha Bertemu Jokowi di Istana Bogor, Bahas Hambatan Ekonomi )

Reporter: Rizky Alika