Pemerintah Bidik Investasi Jepang di Sektor Industri Baja dan Kimia

Agung Samosir | Katadata
Ilustrasi, pekerja industri baja
Penulis: Ekarina
28/5/2019, 13.01 WIB

Pemerintah Indonesia mendorong peningkatan kerja sama bilateral dengan Jepang di bidang ekonomi, termasuk peningkatan investasi sektor industri. Investasi potensial yang dibidik pemerintah dari Negeri Sakura di antaranya adalah dari sektor industri baja dan kimia.

“Dalam upaya meningkatkan daya saing manufaktur nasional di era industri 4.0, pemerintah perlu melakukan langkah strategis melalui penguatan kerja sama. Salah satunya dengan Jepang sebagai mitra strategis,  hubungan keduanya terus meningkat,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (28/5).

Guna membuka peluang sinergi kedua negara, pihaknya berencana menggelar kunjungan kerja ke Jepang pada 28-31 Mei 2019.

(Baca: Gejolak Politik Mereda, Investasi Industri Diprediksi Naik Kuartal II)

Selama berada di Jepang, pihaknya dijadwalkan bertemu dengan sejumlah direksi dari perusahaan besar seperti Sojitz Corporation, Nippon Steel dan Fujitrans. Selain itu, dijadwalkan pula pertemuan dengan asosiasi pengusaha Jepang, Keidanren.

“Kami akan mendorong pengembangan industri kimia. Hal ini akan dibahas pada pertemuan kami dengan direksi Sojitz Corporation,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, Sojitz Corporation telah menyatakan minatnya untuk membangun pabrik methanol kedua di Indonesia.

Sojitz Group saat ini memiliki sekitar 400 anak perusahaan dan afiliasi, baik yang berlokasi di Jepang maupun di seluruh dunia, mengembangkan operasinya secara luas sebagai perusahaan dagang di banyak negara dan wilayah.

Perusahaan ini berinvestasi di sejumlah sektor seperti otomotif, sumber daya energi dan mineral, bahan kimia, bahan baku pangan, agrikultur, hasil hutan, barang konsumsi, serta kawasan industri.

Selain itu, Airlangga juga dujadwalkan bertemu juga dengan federasi bisnis Jepang, Keindanren yang merupakan organisasi ekonomi yang komprehensif dengan keanggotaan terdiri dari 1.376 perusahaan perwakilan Jepang, 109 asosiasi industri nasional dan 47 organisasi ekonomi regional.

Pendekatan investasi dan bisnis, peningkatan investasi sangat penting untuk mendongkrak kemampuan manufaktur nasional agar lebih berdaya saing global.

Investasi Jepang di Indonesia merupakan yang terbesar kedua pada 2017. Sedangkan pada periode 2013 hingga 2017, investasi Jepang menurutnya meningkat pesat dari sebelumnya 1.438 perusahaan menjadi 1.911 perusahaan.

(Baca: Indonesia Incar Investasi Baru dari Taiwan)

Selanjutnya, dalam upaya menguatkan sektor industri baja nasional, Menperin bertemu dengan jajaran direksi Nippon Steel. “Industri baja merupakan sektor hulu atau disebut juga mother of industries karena berperan penting untuk memasok kebutuhan bahan baku dalam mendukung proyek infrastruktur dan menopang kegiatan sektor industri lainnya,” ujarnya.

Hal tersebut sejalan dengan upaya Kementerian Perindustrian yang sedang fokus mengakselerasi pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten yang ditargetkan bisa memproduksi hingga 10 juta ton baja pada 2025.

Selain itu, Kemenperin juga mempercepat pembangunan klaster industri baja di Batulicin, Kalimantan Selatan dan Morowali, Sulawesi Tengah.

Kementerian menargetkan, sepanjang 2019 pertumbuhan industri manufaktur dapat mencapai 5,4%. Subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman, industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang elektronika.