Ekonom dan asosiasi pengusaha mendukung langkah pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur. Namun, ada beragam kritikan atas pembangunan yang berlangsung, dari mulai minimnya keterlibatan swasta, jenis infrastruktur yang kurang sesuai kondisi geografis, hingga mekanisme tender yang dianggap sarat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai wajar percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah. Alasannya, infrastruktur di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan sejumlah negara lain, termasuk negara tetangga. Namun, ia menyoroti penurunan keterlibatan swasta dalam proyek-proyek tersebut.

(Baca: Badan Arbitrase Tangani Banyak Kasus di Sektor Konstruksi Sejak 2014)

Menurut dia, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pihak swasta ditargetkan berkontribusi 37% dalam pembangunan infrastruktur pada periode 2015-2019. Hal ini lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas. Tapi, realisasinya hanya 9%, lebih kecil dibandingkan periode 2006-2010.

“Kalau kita lihat 2006-2010 swastanya masih 19% lalu sekarang turun jadi 9 persen," ujar Faisal dalam acara diskusi bertajuk 'Politik Pembangunan Infrastruktur Beban atau Tabungan Ekonomi Masa Depan di Jakarta, Kamis (28/3).

(Baca: Pembangunan Infrastruktur Masif, Akankah Dongkrak Ekonomi?)

Ia juga menyoroti jenis infrastruktur yang dibangun. Dia menyarankan agar Indonesia tidak mencontoh negara lain yang memiliki kondisi geografis berbeda, misalnya Tiongkok. Bila Tiongkok membangun kereta cepat, Indonesia tidak perlu mengikuti.

"Kita ini negara maritim, yang menyatukan 17.504 pulau adalah laut jadi infrastruktur laut harus jadi yang utama, lainnya baru ikut," ujarnya.

(Baca: Prabowo Kritik Infrastruktur Mubazir, Menhub: Apa Mau Seperti Jakarta?)

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pariwisata Kosmian Pudjiaji tidak mempermasalahkan jenis infrastruktur yang dibangun pemerintah. "Sampai rakit pun kami dukung kalau untuk pariwisata," ujarnya.

Namun, dia mengimbau kepada presiden yang nantinya terpilih untuk periode 2019-2024 agar mengubah aturan menang tender yang berdasarkan harga terendah. "Tender lowest price itu sarat dengan KKN, warisan kompeni, teknologi tidak berkembang, di luar negeri tendernya beauty contest," kata dia.

Kosmian juga mengkritik banyaknya pembangunan infrastruktur yang diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "BUMN ini harusnya hanya kerjakan proyek yang tidak bisa dilakukan swasta," ujarnya.

Reporter: Verda Nano Setiawan