Peretail dan Agen Travel Minta Kesetaraan Aturan pada Bisnis Online

Stanisic Vladimir/123rf
Penulis: Ekarina
31/1/2019, 14.44 WIB

"Sementara itu ada retail online banyak menjual harga jauh lebih murah, meskipun saya tahu perusahaan itu berdarah-darah. Atau menjual barang dari A-Z tapi tidak dikenai aturan, sedangkan retail konvensional untuk membuka supermarket dan department store saja izinnya beda," ujarnya. 

Karenanya dia pun mengusulkan, aturan dikenakan secara berimbang agar menciptakan  keadilan dalam arena tanding bisnis retail. 

Managing Director Sogo Indonesia, Handaka Santosa menyebutkan pertail saat ini memang harus melengkapi bisnisnya dengan layanan online. Namun demikian, pihaknya hingga kini masih optimistis bisnisnya tidak kalah dari belanja online, karena hingga saat ini, Sogo masih bisa mencetak pertumbuhan omzet 15%.

Berbeda dengan pandangan sebelumnya, VP of Growth Blibli.com, Tatum Ona Kembara menyebut bisnis online sebagai pelengkap dari gerai konvensional yang sudah ada. Apalagi dengan  130 juta orang pengguna sosial media, penetrasi online di Indonesia lebih cepat daripada Amerika saat baru mulai.

"Dengan adanya perubahan tren ini, perilaku konsumen pun mengalami perubahan yaitu mendapatkan barang dengan cara yang mudah. Sebagai pebisnis pihaknya hanya mengikuti apa maunya konsumen," katanya.

Tatum Ona Kembara juga menjelaskan pihaknya selalu mengikuti regulasi yang ditetapkan pemerintah. Mengenai penerapan pajak untuk e-commerce, dirinya mengakui saat aturan itu mencuat ke publik memang cukup membuat pihaknya terkejut, namun akhirnya bisa menerima karena tidak ada penerapan pajak offline dengan pajak online.

(Baca: E-Commerce Dipajaki, Konsumen Tak Lantas Beralih ke Media Sosial)

Mengenai persaingan dengan retail konvensional, dia juga menegaskan siap berkolaborasi dengan peritel offline, sehingga para penjual konvensional dapat meraih pelanggan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Pajak Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik E-Commerce. Peraturan itu ditujukan untuk kegiatan e-commerce dalam daerah kepabeanan Indonesia dan berlaku mulai 1 April 2019.

Perlakuan pajak itu untuk penyedia platform marketplace (termasuk perusahaan Over the Top di bidang transportasi) dan pedagang/penyedia jasa pengguna platform e-commerce yang berkedudukan di Indonesia. Selain itu, perdagangan e-commerce di dalam kepabeanan Indonesia, melalui sistem elektronik berupa online retail, classified ads, daily deals, atau media sosial.

Pajak yang diatur dalam ketentuan tersebut yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi di dalam Daerah Pabean; serta Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Aturan baru itu punya dua pertimbangan. Pertama, menjaga perlakuan pajak yang setara antara e-commerce dan perdagangan konvensional. Kedua, memudahkan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pelaku usaha e-commerce.

Namun, aturan hanya berlaku untuk penyedia platform marketplace, serta pedagang/penyedia jasa yang memiliki kegiatan usaha.

Halaman:
Reporter: Rizka Gusti Anggraini