Dikritik soal Impor Gula, Mendag: Produksi Tak Cukup Penuhi Kebutuhan

ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
Satuan Tugas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan menunjukkan kemasan gula rafinasi ilegal milik UD Benteng Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (22/5).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
11/1/2019, 09.11 WIB

Karena itu, menurutnya rekomendasi impor juga berasal dari Kementerian Perindustrian. Sebagai bahan baku, gula impor dibutuhkan untuk kegiatan proses industri. "Kita saksikan sendiri industri makanan dan minuman punya pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat," kata Enggar.

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, sepanjang 2018 realisasi impor gula mentah untuk industri mencapai 3,37 juta ton. Sementara itu, realisasi impor gula untuk konsumsi sebesar 1,07 juta ton.

(Baca: Berpotensi Ganggu Kebutuhan Industri, Mendag Tak Mungkin Setop Impor)

Sebelumnya, Faisal Basri memberi kritik pedas terkait impor gula. Menurutnya, dengan  impor sebanyak 4,45 juta ton, berdasarkan data Statista, Indonesia menjadi importir gula terbesar dunia melampaui Tiongkok dan Amerika Serikat.

Dengan impor yang tinggi, dia pun meminta pemerintah mewaspadai praktik pemburu rente yang berpotensi memperburuk defisit neraca perdagangan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat defisit perdagangan sebanyak tujuh kali sejak merdeka pada 1945. Namun, tahun 2018 agaknya akan menjadi sejarah baru defisit neraca dagang terbesar karena sudah mencapai US$ 7,5 miliar sepanjang Januari hingga November 2018.

"Praktik rente yang gila-gilaan seperti ini berkontribusi memperburuk defisit neraca perdagangan," cuitnya di Twitter, Rabu (9/1) lalu.

Halaman:
Reporter: Michael Reily