Sektor industri otomotif diprediksi masih akan tumbuh positif pada 2019. Geliat pembangunan infrastruktur jalan dari barat hingga timur Indonesia diperkirakan akan menjadi salah satu katalis pertumbuhan industri otomotif tahun depan dengan target capaian penjualan mobil baru sebesar 1,1 juta unit.
Sekertaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara mengatakan pembangunan infrastruktur jalan berperan penting mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk pula penjualan kendaraan. Sebab, dengan pembangunan yang merata diharapkan menyebabkan aktivitas ekonomi di daerah menggeliat, sehingga daya beli meningkat.
"Tahun depan prediksinya penjualan mobil baru akan mencapai 1,1 juta unit dengan target produksi 1,3 juta unit. Prediksi itu diperkirakan sama dengan target akhir 2018 yang sepertinya akan tercapai," kata Kukuh kepada Katadata.co.id, Jumat (28/12).
(Baca: Ekspansi di Indonesia, Wuling Dikabarkan Tambah Investasi Rp 9 Triliun)
Selain itu dengan target pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5,3% masih memberi harapan pengusaha terhadap membaiknya kondisi ekonomi. Terlebih dengan rasio kepemilikan kendaraan Indonesia masih rendah yakni sekitar 87 kendaraan per 1.000 penduduk, maka potensi kepemilikan kendaraan masih besar.
Sebab, jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia dengan tingkat rasio kepemilikan kendaraan 400 unit mobil per 1.000 penduduk atau Thailand dengan rasio 200 unit per 1.000 penduduk, kepemilikan kendaraan di Indonesia cukup jauh tertinggal.
Karenanya, selain faktor-faktor tadi, dia juga berharap kondisi perekonomi dan politik Indonesia tetap stabil dan suku bunga tetap terjaga.
Menurut data Gaikindo, penjualan mobil dari pabrik ke dealer (wholesales) di Indonesia periode Januari-November 2018 mencapai 1,06 juta unit, naik 7% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 994 ribu unit.
(Baca: Strategi Ekspor Disiapkan untuk Antisipasi Defisit Dagang Tahun Depan)
Penjualan ritel kendaraan MPV masih menyumbang pangsa pasar terbesar dengan persentase sekitar 35% diikuti segmen sport utility vehicle (SUV) 14%. Di samping itu ada segmen kendaraan truk komersial dan pick-up yang terus menggeliat sepanjang 2018 dengan kontribusinya sekitar 10% -12% seiring pembangunan infrastruktur. Adapun jenis mobil sedan, kontribusi volume penjualan masih stagnan di kisaran 1%.
Penguatan Ekspor
Adapun mengenai ekspor, dia juga menyebut produsen otomotif Indonesia diharapkan masih bisa menggenjot penjualan ekspor kendaraan hingga 250 ribu unit mobil di 2019. Angka itu meningkat dibanding 2018 yang berada di kisaran 200 ribu unit.
Meski di awal tahun ini pengapalan Indonesia ke Vietnam sempat menggalami ganjalan, tapi pada pertengahan tahun kendala ekspor tersebut menurut telah berhasil teratasi karena lobi pemerintah dan kemampuan produsen melakukan penyesuaian terhadap pelaksanaan peraturan baru yang sempat menghambat ekspor RI selama 6 bulan pertama di 2018 itu.
Sebelumnya, ekspor Indonesia ke Vietnam terancam berhenti total karena pemerintah Vietnam berencana memberlakukan Prime Minister Decree No. 116/2017/ND-CP dan Circular No 03/2018, peraturan impor mobil baru dengan mewajibkan setiap perusahaan membawa vehicle type approval (VTA) dari negara asal. VTA juga harus mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang Vietnam sebelum masuk ke wilayah tersebut. Akibatnya, semenjak kebijakan tersebut diberlakukan, ekspor mobil Indonesia ke negara itu pada Januari-Juli 2018 hanya 1.528 unit.
Padahal, jumlah pengapalan mobil Indonesia ke Vietnam sebelumnya lumayan besar, yakni sekitar 30-40 ribu unit per tahun. Jumlah tersebut mencapai 17,7 % dari total ekspor kendaraan nasional yang rata-rata 225 ribu unit per tahun.
Tapi dengan adanya pemulihan pasar Vietnam dan optimalisasi pasar lain di Asean maupun pengembangan pasar baru di Afrika Utara atau Timur Tengah, Kukuh berharap volume ekspor kendaraan pada 2019 terus meningkat. Meskipun untuk lebih memaksimalkan lagi peran ekspor kendaraan ini, dia menyebut Indonesia seharusnya bisa menerapkan kebijakan baru berupa harmonisasi tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk jenis mobil sedan.
(Baca: Bangun Pabrik Perakitan, VW Investasi 50 Juta Euro di Indonesia)
Tarif PPnBM sedan yang berlaku saat ini terbilang tinggi. Sedan dengan kapasitas di bawah 1.500 cc dikenakan tarif PPnBM 30%, sementara mobil lainnya seperti minibus dengan kapasitas cc yang sama dikenakan PPnBM sebesar 10%. Padahal, permintaan mobil sedan di beberapa negara terbilang besar dibandingkan jenis minibus atau multi purpose vehicle (MPV) dan Sport Utility Vehicle (SUV) yang banyak diminati di Indonesia.
"Harus ada kebijkan atau harmonisasi tarif agar sedan bisa digenjot ke pasar global. Sebab, industri otomotif saat ini ditargetkan harus bisa menjadi bagian dari global suplay chain, bukan lagi sekedar pensubtitusi ekspor," kata Kukuh.
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya menggenjot nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global. Terkait hal ini, industri manufaktur diandalkan menjadi sektor yang diharapkan bisa berkontribusi lebih memperkuat struktur perekonomian nasional.
“Saat ini, ekspor produk industri manufakur memberikan kontribusi mencapai 72,28% dari total ekspor nasional,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Sementara terkait industri otomotif, Airlangga menyatakan pemerintah terus merancang kebijakan pemberian insentif fiskal yang lebih menarik untuk menggairahkan iklim usaha. “Misalnya, untuk industri otomotif, kami mengusulkan harmonisasi tarif dan revisi besaran PPnBM,” ujarnya.
Upaya strategis itu salah satunya guna mendongkrak produktivitas kendaraan sedan karena sesuai permintaan pasar ekspor saat ini. Sebab, produksi industri otomotif di Indonesia masih didominasi jenis SUV dan MPV. Pasar yang potensial untuk ekspor sedan, misalnya ke Australia. Peluangnya mencapai 1,3 juta unit. Sementara, jumlah pengapalan untuk kendaraan roda empat produksi Indonesia ke mancanegara saat ini sebesar 200 ribu unit per tahun.
Pada Januari-Oktober 2018, industri otomotif di Indonesia mengekspor kendaraan roda dua dengan total nilai sebesar USD1,3 miliar. Sedangkan, untuk kendaraan roda empat, dengan nilai US$ 4,7 miliar.
Menurutnya, produsen kendaraan bisa melakukan ekspor ketika ada investasi yang menggerakkan industri sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing. "Kemarin sudah ada ekspor dari Toyota, Suzuki, dan Yamaha Motor. Semua itu kan investasi dulu baru ekspor. Karena kapasitasnya rata-rata sudah optimal,” ujarnya.
Produsen otomotif yang belum lama ini dikabarkan berencana menyuntik investasinya di dalam negeri adalah Volkswawen atau VW.
Pabrikan otomotif asal Jerman ini disebut akan membangun pabrik di Indonesia dengan investasi sekitar 50 juta euro. Investasi itu kabarnya akan digunakan untuk memproduksi beberapa varian kendaraannya di Indonesia, untuk kemudian di ekspor ke pasar ASEAN.
"VW juga mau bangun assembly line di sini. Mau buat Tiguan di Indonesia dengan investasi 40 juta sampai 50 juta euro," kata Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto di Jakarta, Rabu (19/12).
Secata total, Kementerian Perindustrian mencatat investasi sektor industri sepanjang 2018 sebesar Rp 226,18 triliun. Angka ini menurun 18,7% dari capaian tahun lalu yang sebesar Rp 274,8 triliun dan lebih rendah 32,5% dari 2016 yang tercatat sebesar Rp 335,8 triliun.