Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengaku telah mengirim surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk memberi penugasan operasi pasar kepada BUMN bidang pangan. Operasi pasar perlu digelar saat ini untuk mengantisipasi lonjakan harga beras di pasar.
"Saya sudah mengirim surat resmi kepada BUMN untuk penugasan operasi pasar Bulog," kata Enggar di Jakarta, Jumat (9/11).
Surat kepada BUMN sudah dikirim sejak September lalu, sesuai keputusan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (Baca: Pasokan Banyak, Mentan Tak Bisa Jelaskan Anomali Kenaikan Harga Beras)
Penugasan operasi pasar juga telah direncanakan dengan mempertimbangkan harga beras yang mulai naik perlahan mengikuti peningkatan harga gabah petani.
Terkait kenaikan harga beras, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelumnya menyatakan ada anomali. Menurut dia, kenaikan harga beras tak sejalan dengan jumlah pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) terus bertambah banyak.
"Tidak ada alasan harga naik, semua syarat supaya harga turun sudah terpenuhi karena stok banyak dan suplai banyak," ujarnya, kemarin.
Berdasarkan data Food Station, stok beras di PIBC per 8 November lalu mencapai 51.820 ton, naik 8% dibandingkan bulan lalu. Sementara jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, ada kenaikan sebesar 15%. Harga satu kilogram beras di PIBC terus merangkak naik dari yang terendah di kisaran Rp 9.689 pada Juni hingga di kisaran Rp 10.231 per November ini.
(Baca: DPR Minta Pemerintah Segera Merevisi Inpres HPP Gabah dan Beras)
Pengadaan Bulog tahun ini juga telah mencapai 2,95 juta ton, yang mana untuk penyerapan dalam negeri sebesar 1,47 juta ton dan1,48 juta ton berasal dari impor. Adapun hingga 8 November, Bulog juga telah melakukan operasi pasar sebanyak 405 ribu ton.
Sementara itu, Direktur Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi menuturkan terjadi fenomena baru pergeseran porsi pasokan beras premium dan medium. Sejak sebulan lalu, pasokan beras medium di PIBC meningkat pesat.
Sebelumnya komposisi beras premium di pasar sebesar 60%, sementara 40% sisanya beras medium, menurut data November. "Sekarang mediumnya sedikit hanya 20% dan premium mencapai 80%," kata Arief.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan pergeseran porsi beras medium dan premium di pasar terjadi karena kenaikan harga gabah. Peningkatan harga gabah juga terjadi sebab produksi padi tak cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA), perkiraan produksi beras sepanjang 2018 hanya 32,4 juta ton. "Data riil BPS untuk produksi beras itu jelas menyimpang 30% dari estimasi Kementerian Pertanian," kata Dwi.
Menurutnya, kenaikan harga gabah terjadi karena defisit neraca beras pada semester kedua, sedangkan surplus hanya terjadi pada semester pertama. Menurut data BPS, harga gabah kering panen terus meningkat sejak Mei seharga Rp 4.642 per kilogram menjadi Rp 4.937 per kilogram pada Oktober.
(Baca : BPS: Harga Semua Jenis Beras Naik pada September 2018)
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menjelaskan ketersediaan beras medium di pasar berdampak kepada kelompok ekonomi kelas bawah untuk mendapatkan beras dengan harga yang murah. Dia juga akan menggelontorkan beras medium kepada PIBC minimal 5 ribu ton per bulan.
Dia juga tak menampik soal harga beras di berbagai daerah setiap minggu juga menunjukkan tren kenaikan seperti pada harga beras medium, termasuk di PIBC. Prediksi Bulog, harga beras pada akhir tahun harga beras bakal terus naik seiring dengan berkurangnya panen dan pasokan ke pasar.
“Stok kami masih sangat cukup untuk menggelontorkan beras ke pasar agar menahan laju kenaikan harga," kata Budi.