Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut produksi beras tahun ini diperkirakan hanya mencapai 32,4 juta ton. Angka ini terpaut 30,3% lebih rendah dibandingkan estimasi data Kementerian Pertanian yang menyebut produksi beras mencapai 46,5 juta ton di akhir tahun.
"Produksi beras kita 32,4 juta ton kita dan konsumsi total 28,5 juta ton," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (22/10).
Darmin mengatakan data beras 32,4 juta ton itu diketahui dari hasil penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) yang bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Menurutnya, data itu diungkap dalam pertemuannya dalam rapat di kantor Wakil Presiden kemarin siang (23/10).
Menurut Darmin, hasil pemotretan BPS bekerjasama dengan BIG dan Lapan menunjukan luas lahan sawah tahun ini hanya 7,1 juta hektare atau turun 650 ribu hektare dari 2013. Dari angka luas tersebut, luas panen yang berhasil direkam adalah 10,9 juta hektare, yang mana itu berarti 54% sawah dapat ditanami dua kali. Dari angka luas lahan dan produktifitas, maka BPS menyebut estimasi produksi beras hanya 32,4 juta ton.
"Sudah dihitung dari dipanen, jadi Gabah Kering Panen ke Gabah Kering Giling. Susut dan hilang juga sudah dihitung," kata dia.
Darmin menyebut dengan selisih produksi dan konsumsi 2,8 juta ton. Namun begitu, selisih produksi 2,8 juta ton dinilainya belum masuk dalam kategori aman. Oleh sebab itu, beberapa bulan lalu pemerintah memutuskan mengimpor beras untuk menjaga stok. Terlebih lagi pada Maret, pasokan beras di Bulog hanya 500 ribu ton.
(Baca: Kisruh Berjilid-jilid Impor Beras yang Berujung “Perang” Menteri)
"Kalau tidak impor, tewas kita," kata Darmin. Namun dia enggan menyebut apakah kebijakan impor akan kembali dilakukan oleh pemerintah sebab pihaknya masih menunggu rilis data BPS.
Mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut mengatakan penyusutan luas sawah lantaran banyaknya konversi lahan menjadi perumahan, infrastruktur, hingga pabrik. Oleh sebab itu pemerintah siap mengeluarkan kebijakan untuk tetap menjaga luasan areal sawah.
"Pemerintah akan susun kebijakan, tapi nanti (diberitahu)," kata dia.
Di luar perbedaan data yang disebutkan Darmin, Kementerian Pertanian sejak awal tahun secara konsisten terus menyatakan optimistis produksi beras akan meningkat tahun ini. Dengan begitu, impor beras menurut keyakinannya tak perlu dilakukan.
Menurut data Kementan, produksi beras tahun ini diperkirakan mencapai sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, dengan perkiraan total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton. Dengan begitu, terdapat surplus beras sebesar 13,03 juta ton sepanjang 2018.
Dikutip dari situs resmi Kementan, pihaknya cukup optimistis mencapai target produksi beras 80 juta ton. Sebab, secara historis, tren produksi beras sepanjang 10 tahun terakhir, menurut Kementan terus naik. Mengacu pada Badan Pusat Statistik (BPS).
Produksi padi 2007 misalnya yang tercatat sebesar 57,15 juta ton, lalu meningkat menjadi 60,32 juta ton di 2008. Kemudian pada 2009 mencapai 64,39 juta ton, dan 2010 kembali naik menjadi 66,47 juta ton.
(Baca : Menko Darmin Paparkan Kronologi Heboh Impor Beras Bulog vs Mendag)
Demikian halnya dengan periode 2011-2017 dengan tren produksi yang terus meningkat, yakni 65,75 juta ton pada 2011 dan 81,38 juta ton pada 2017. Selain karena faktor musim panen raya, peningkatan produksi beras menurut Kementan juga terdorong oleh realisasi bantuan benih, pendampingan, alat mesin pertanian, embung, dan jaminan harga untuk petani.
"Keyakinan Kementan akan terjadinya surplus beras juga didukung kenyataan bahwa pada bulan Januari-Maret 2018, terjadi panen raya di berbagai daerah ," tulis Kementan dalam situs resminya.
Karenanya, Kementan sama sekali tidak mengeluarkan rekomendasi impor, karena dari perhitungan diatas stok beras dalam negeri terpenuhi. Surplus tersebut sebagian besar dikuasai masyarakat (petani, penggilingan, pedagang dan konsumen), dan sebagian kecil yang dikuasai oleh pemerintah melalui Bulog.