Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor gula mentah untuk semester II 2018 sejumlah total 1,27 juta ton. Jumlah ini menambah izin impor yang sudah diberikan pada bulan lalu sebanyak 577 ribu ton.
Penerbitan izin impor semester kedua berarti mengubah alokasi izin impor gula mentah untuk rafinasi dari yang semula sebanyak 3,6 juta ton tahun ini, turun menjadi 3,15 juta ton. Pada semester I, pemerintah sudah menerbitkan izin impor sebanyak 1,87 juta ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan izin impor gula mentah semester kedua diberikan kepada 10 dari 11 perusahaan yang mengajukan izin. "Salah satu perusahaan dinilai gagal merealisasikan impor pada semester pertama sehingga kami tidak berikan," kata Oke kepada Katadata, Kamis (4/10).
(Baca : Gula Rafinasi Beredar di Pasar, Izin Pengusaha Terancam Dicabut)
Berdasarkan data Kemendag, sepuluh perusahaan yang mendapatkan izin impor di antaranya adalah PT Sugar Labinta, PT Sentra Usahatama Jaya, PT Medan Sugar Industry, PT Andalan Furnindo, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Berkah Manis Makmur, PT Jawamanis Rafinasi, PT Makassar Tene, PT Permata Dunia Sukses Utama, dan PT Angels Product.
Perubahan alokasi izin impor gula rafinasi, menurutnya disebabkan oleh realisasi impor yang rendah pada semester pertama lalu. Menurut catatan Kemendag, impor semester lalu hanya 1,56 juta ton, atau hanya mencakup 83,41% dari jumlah kuota impor yang diberikan sebanyak 1,87 juta ton. Dengan pertimbangan serapan yang kurang, maka pemerintah memutuskan menurunkan jatah alokasi impor pada semester kedua ini.
Meskipun izinnya hanya sebesar 1,27 juta ton, namun izin impor itu masih bisa bertambah jika pada realisasinya nanti kebutuhan bahan baku gula mentah ternyata kurang. Untuk itu, Kementerian Perindustrian semula merekomendasikan izin kuota impor gula mentah sebesar 1,5 juta ton.
(Baca : Kemendag Terbitkan Izin Impor Gula Mentah untuk Rafinasi 577 Ribu Ton)
"Perhingan itu berdasarkan pada kemampuan masing-masing pabrik gula mengolah gula mentah untuk jadi rafinasi dan kontrak pembelian oleh industri makanan dan minuman," ujar Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Enny Ratnaningtyas.
Sementara itu, Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) sebelumnya menyatakan perusahaan gula rafinasi masih memiliki cadangan bahan baku gula mentah untuk memproduksi gula rafinasi.
“Pabrik kami masih jalan, pakai cadangan,” kata Ketua Umum AGRI Rachmat Hariotomo di Jakarta, Rabu (12/9) lalu.
Namun, pihaknya masih menghitung ulang kebutuhan industri makanan dan minuman terhadap persediaan ke depan.
(Baca : Pasokan Terhambat, Produsen Gula Rafinasi Gunakan Cadangan Bahan Baku)
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengungkapkan kepastian izin impor dari pemerintah membuat pasokan bahan baku untuk industri menjadi lebih terjamin.
Meski begitu, dia meminta supaya izin impor bisa bertambah jika pasokannya tidak cukup. "Kementerian Perdagangan berjanji bakal mengeluarkan tambahan izin kalau kurang," ujar Adhi, kemarin (3/10).
Penerbitan izin impor sempat mengalami kendala karena ada perbedaan asumsi penggunaan antara pengusaha dan petani terhadap gula mentah impor untuk produksi gula rafinasi.
Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengungkapkan ada indikasi gula rafinasi merembes ke pasar sebanyak 800 ribu ton. “Kebijakan pemerintah akan mematikan petani tebu,” ujar Sekretaris Jenderal APTRI Nur Khabsyin, dalam keterangannya.