Pemerintah Waspadai Kondisi Perdagangan Dunia di Semester II

Aktifitas bongkar muat kontainer di PT Jakarta International Container Terminal (JICT), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
18/7/2018, 09.16 WIB

Sedangkan untuk mengantisipasi penurunan ekspor, dia menyarankan agar pemerintah terus berupaya mencari pasar nontradisional, comtohnya pasar Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.

(Baca : BI Sebut Perang Dagang Ganggu Laju Ekonomi dan Picu Kenaikan Bunga AS)

Sementara itu, kalangan usaha berpendapat untuk mengantasi membajirnya komoditas impor, pemrintah perlu menerapkan langkah pembatasan impor bahan baku dan barang modal  disertai dengan penguatan industri dalam negeri. 

"Kita perlu investasi dari hulu ke hilir dalam membangun industri dalam negeri,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani.

Meski demikian untuk memperkuat struktur industri dalam negeri dari hulu sampai hilir  masih menjadi tantangan dan pekerjaan rumah pemerintah saat ini. 

Shinta mengungkapkan, defisit neraca perdagangan pada semester pertama 2018 menggambarkan pertumbuhan industri manufaktur  karena struktur impornya lebih banyak bahan baku atau penolong yang tinggi.

Ekspor nonmigas hasil industri yang tinggi,  tercermin dari 80% hasil ekspor yang berasal dari hasil industri pengolahan dan pertambangan.

Kapasitas industri manufaktur dalam negeri pun tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Catatannya, pada April-Juni 2017 pertumbuhan industri manufaktur berada dalam kisaran 49,5% sampai 51,2%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama 2018 pada level 50,3% hingga 51,7%.

“Dampak pertumbuhan industri yang baik, ekspor manufaktur kita bisa ikut tumbuh sampai 9,6% bulan Juni,” ujar Shinta.

Halaman: