Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberikan waktu selama tujuh hari kepada pelaku usaha dalam rantai distribusi telur ayam untuk menstabilkan harga di pasar. Sebab, Mendag menduga kenaikan harga telur di pasar terjadi karena ada peran spekulan yang ingin mengambil keuntungan dari tingginya permintaan pasca-Lebaran.
Enggar mengatakan Kementerian Perdagangan telah memeriksa rantai distribusi dalam penjualan daging ayam dan telur ayam. “Kami sepakat memberikan waktu satu minggu agar harga telur turun secara bertahap,” kata Enggar di Jakarta, Senin (16/7).
Jika dalam tempo yang ditentukan mereka tak mampu membuat harga telur berangsur turun, pihaknya berencana menggandeng integrator untuk menyiapkan telur dan menggelontorkannya ke pasar dalam rangka intervensi pasar.
(Baca : Dolar Menguat, Kemendag Kaji Opsi Menaikan Harga Acuan Telur)
Namun, jika harga berangsur stabil, pihaknya hanya akan melakukan pengawasan dalam operasi pasar untuk komoditas telur.
Dia pun menuturkan akan menyertakan Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha nakal. Alasannya, dia curiga ada upaya mengambil keuntungan yang kelewat besar dalam salah satu mata rantai distribusi. Apalagi permintaan telur ayam pasca-Lebaran juga masih cukup besar.
Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan pendataan kepada para pelaku usaha.
Di lain pihak, Kementerian Pertanian akan melakukan pemeriksaan terhadap produsen teluruntuk antisipasi jangka panjang. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Fini Murfiani, mengungkapkan pendataan akan dilakukan untuk para peternak serta untuk mengantispasi lonjakan permintaan.
“Momen liburan seperti kemarin peternak justru terlambat untuk menambah kapasitasnya, padahal permintaan naik,” kata Fini.
Dia menjelaskan bahwa untuk sekali bertelur, seekor ayam biasanya memrelukan waktu waktu sekitar 21 hari. Karena itu pihaknya secara rutin akan melakukan pendataan agar jika kelak terjadi penurunan produksi bisa segera dipastikan penyebabnya.
Kementerian Pertanian memperkiraan produksi telur ayam pada Juli-Desember 2018 sebesar 858 ribu ton. Sedangkan, kebutuhan nasional pada periode yang sama sebesar 857 ribu ton. Dengan begitu masih ada surplus sekitar seribu ton.
(Baca : Menteri Enggar: Harga Ayam Tinggi Jelang Lebaran Bukan karena Ditimbun)
Fini menjelaskan pemerintah sebagai regulator memastikan kesediaan pasokan. “Batas waktu selama seminggu yang disanggupi peternak juga berarti kan suplainya cukup,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Krissantono pun mengakui beberapa peternak disinyalir terlambat mengantisipasi peningkatan permintaan telur selama libur panjang Lebaran. Alasannya, beberapa peternak juga kemungkinan ikut menikmati periode libur panjang, sehingga kiurang memperhatikan aktivitas produksi telur.
“Tapi di sisi lain, akibatnya harga jadi naik,” kata Krissanton.
Menurutnya, kenaikan harga telur kemarin merupakan salah satu anomali yang terjadi pasca-Lebaran. .
Sementara itu, pendapat berbeda juga dituturkan Ketua Peternak Petelur Nasional (PPN) Feri. Menurutnya, menjelaskan terjadi penurunan 20% produksi telur, yang mana 5% karena faktor penyakit dan 15% karena regenerasi ayam afkir. Menurutnya, fenomena afkir ayam yang sudah tidak berproduksi sebelum Lebaran jadi salah satu kondisi umum.
Melihat kondisi harga telur ayam yang naik cukup signifikan, pihaknya optimistis harga telur di tingkat peternak bisa turun pada pekan depan. Menurutnya, harga telur di tingkat peternakan saat ini telah mencapai Rp 21 ribu sampai Rp 22 ribu per kilogram.
(Baca : Penguatan Dolar dan Penurunan Produksi Kerek Harga Jual Telur Ayam)
Padahal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018 sebelumnya telah mengatur harga satu kilogram telur di tingkat peternak sebesar Rp 17 ribu sampai Rp 19 ribu.
“Kami pasti bakal turun tapi di tingkat pengecer memang butuh waktu secara bertahap,” ujarnya.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga telur ayam di Pasar Jatinegara pada 16 Juli 2018 harganya terpantau masih di kisaran Rp 29.500 per kilogram (kg). Sementara di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur harga telur terpantau sedikit lebih rendah yakni di kisaran Rp 28.250 per kg.