RI Akan Terlibat dalam Kajian Pembatasan Minyak Sawit di Uni Eropa

Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
28/6/2018, 18.29 WIB

Sebelumnya, Uni Eropa telah menunda pelarangan penggunaan CPO sebagai bahan campuran biofuel hingga 2030. Keputusan itu disepakati dalam pertemuan trilogi antara Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa pada 14 Juni 2018 lalu. Kesepakatan ini juga menghasilkan revisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II).

Dalam teks RED II, Uni Eropa sepakat mencapai target energi terbarukan sebesar 32% pada 2030 dari saat ini sebesar 27%. Kesepakatan baru itu menggantikan rancangan proposal energi yang akan menghapus minyak kelapa sawit sebagai bahan dasar biofuel pada 2021.

(Baca juga : Pemerintah Negosiasikan Pembatasan Impor Sawit Uni Eropa)

Untuk mencapai target energi terbarukan Uni Eropa, kontribusi bahan bakar dari sejumlah kategori bahan baku biofuel akan dikurangi secara bertahap hingga 2030. Biofuel akan dikaji dengan perlakukan yang sama, tanpa melihat sumbernya.

“Teks RED II tidak akan membedakan atau melarang minyak sawit. Uni Eropa tetap menjadi pasar paling terbuka untuk minyak sawit Indonesia," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend dalam keterangan resminya.

Dalam teks ini, Uni Eropa menyebut tidak ada pembatasan impor minyak sawit sebagai bahan campuran biofuel dan pasar benua biru tetap terbuka untuk impor minyak sawit.

Uni Eropa merupakan pasar ekspor minyak sawit terbesar kedua. Sepanjang tahun lalu, ekspor minyak sawit ke kawasan tersebut meningkat sebesar 28%.

Halaman: