Menurut Jokowi, dalam pertemuan tersebut Modi menyanggupi permintaan Indonesia untuk mengevaluasi kembali tarif bea masuk kelapa sawit tersebut. "Beliau menyanggupi untuk melihat masalah yang tadi kami sampaikan," kata Jokowi.
Momentum Ramadan belum berdampak signifikan terhadap peningkatan permintaan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dunia. Meski permintaan dari negara mayoritas penduduk muslim tercatat ada kenaikan, namun ekspor ke Tiongkok dan beberapa negara barat justru cenderung menurun.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan ekspor sawit Indonesia ke pasar global pada April 2018 menurun sebesar 5% menjadi 2,39 juta ton dari 2,52 juta ton di bulan Maret.
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menjelaskan ekspor CPO ke Tiongkok pada April merosot 38% dibanding Maret menjadi 234,42 ribu ton dari sebelumnya 379,98 ribu ton.
“Penurunan impor di Negeri Tirai Bambu itu terjadi karena para traders menunggu regulasi baru yang akan diterapkan terkait dengan pajak impor minyak nabati baru,” kata Joko di Jakarta, Rabu (30/5).
Pada 1 Mei 2018, Tiongkok dikabarkan akan menurunkan tarif impor minyak nabati menjadi 10% dari sebelumnya sebesar 11%. Selain itu, Tiongkok juga telah melakukan pengetatan pengawasan atas impor minyak berbahan nabati.
(Baca : Dianggap Krusial, Pengusaha Minta Bea Masuk Sawit ke India Diturunkan)
Selain itu, permintaan CPO juga tercatat melemah dari pasar India. Ekspor sawit Indonesia kembali turun sebesar 15% pada April dari Maret 2018 yakni menjadi 346,28 ribu ton dari 408,65 ribu ton.
Demikian halnya pasar Uni-Eropa, yang mana ekspor turun 17% menjadi 385,10 ribu ton per April 2018 dibanding Maret. “Penurunan impor sawit oleh Uni-Eropa dipengaruhi stok minyak rapeseed mereka dan aksi kampanye negatif,” ujarnya.
Anjloknya ekspor sawit juga terjadi ke Amerika Serikat (AS) sebesar 42% pada April dibandingkan Maret, dengan penurunan volume ekspor dari 106,57 ribu ton menjadi 62,16 ribu ton. Stok kedelai yang tinggi sebagai dampak perang dagang dengan Tiongkok membuat permintaan AS melemah.
(Baca Juga: Volume Ekspor Sawit Triwulan I Turun Dampak Hambatan Dagang)
Sebaliknya, peningkatan permintaan CPO justru terjadi di negara mayoritas muslim seperti Bangladesh, Pakistan, dan Timur Tengah pada April dibandingkan Maret.
Menurut data Gapki, kenaikan ekspor CPO tertinggi dicatat Bangladesh dengan peningkatan sebesar 222% dari 64,57 ribu ton menjadi 208,10 ribu ton, sedangkan ekspor CPO Indonesia ke Timur Tengah dan Pakistan tumbuh masing-masing sebesar 39% dan 0,23% .
Tren peningkatan permintaan CPO ke Timur Tengah bahkan telah tampak sejak awal tahun ini, seiring dengan lonjakan ekspor sebesar 41% ke Timur Tengah, dari 148,06 ribu ton di Januari naik menjadi 209 ribu ton pada Februari.
“Negara-negara tersebut sudah mulai menyiapkan stok untuk menyambut bulan Ramadan,” kata Wakil Ketua Umum III Urusan Perdagangan drseban Keberlanjutan Gapki, Togar Sitanggang dalam keterangan resmi, Senin (23/4).
Namun demikian, peningkatan permintaan CPO di negara-negara tersebut secara keseluruhan belum mampu mengangkat ekspor.
Secara keseluruhan , ekspor CPO Indonesia sepanjang Januari- April I 2018 dibandingkan periode yang sama 2017 turun sebesar 4% menjadi 10,2 juta ton dari 10,7 juta ton. Nilai ekspor juga tercatat turun 13% dari US$ 8,06 miliar menjadi US$ 7,04 miliar.
Penurunan dalam Januari-April 2018 secara tahunan terjadi sebesar 24% ke India, 16% ke Uni-Eropa. Sementara, kenaikan ekspor 66% ke Bangladesh terus meningkat dalam empat bulan pertama 2018.
Sementara dari segi harga, dibandingkan Maret, harga jual CPO per April 2018 berada di kisaran US$ 640 sampai US$ 680 per ton dengan rata-rata US$ 662,2 per ton. Harga rata-rata pada April menurun US$ 14 dibandingkan Maret yang sebesar US$ 676,2 per ton.
Untuk kembali menaikan ekspor CPO, Gapki pun meminta pemerintah terus berupaya melakukan negosiasi dalam rangka pengurangan hambatan dagang. Pembukaan pasar baru tujuan ekspor juga menurutnya juga harus dilakukan secara intensif. Dengan demikian, regulasi dalam negeri untuk peningkatan daya saing sawit di pasar global juga harus mendapatkan perhatian khusus.
(Baca : Jokowi Lobi PM India Tinjau Ulang Bea Masuk Sawit Indonesia)
Kemarin, Perdana Menteri India Narendra Modi mengunjungi Indonesia dan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta. dalam pertemuan ini Jokowi meminta Modi agar India meninjau kembali kebijakan tarif bea masuk sawit Indonesia.