Kementerian Perdagangan akan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan 27 Tahun 2017 terkait penetapan harga acuan. Hal itu dilakukan untuk memperkuat kesepakatan antara pemerintah, pengusaha dan peternak.
Beberapa komoditas yang sebelumnya telah ditetapkan patokan harga batas atas dan batas bawahnya yakni komoditas ayam dan telur ras. (Baca : Kemendag Tetapkan Harga Patokan Ayam dan Telur di Tingkat Produsen)
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti menyatakan aturan patokan harga akan dimasukkan ke dalam revisi Permendag 27/2017. Tujuannya supaya kesepakatan harga Kementerian Perdagangan dengan pengusaha dan peternak memiliki dasar hukum yang kuat.
Kementerian Perdagangan menetapkan harga batas bawa kedua komoditas sebesar Rp 17 ribu per kilogram (kg), sedangkan harga batas atas mencapai Rp 19 ribu per kg. “Aturan sudah masuk ke biro hukum untuk diterbitkan,” ujar Tjahya.
Dalam Permendag 27/2017, harga kedua komoditas di tingkat peternak ditetapkan sebesar Rp 18 ribu per kg. Sementara, harga acuan ayam sebesar Rp 32 ribu per kg dan telur Rp 22 ribu per kg di tingkat konsumen.
Tjahya menjelaskan, revisi harga untuk komoditas lain juga bakal dilakukan dengan diskusi lebih lanjut dengan sejumlah pihak terkait. Untuk beras akan dikeluarkan karena sudah diatur dalam Permendag 57/2017.
Sementara, komoditas seperti gula, daging kerbau beku, dan minyak goreng kemasan sederhana yang belum memiliki aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) rencananya akan dimasukkan ke dalam revisi aturan. “Masih terkendali dengan acuan yang sudah ada, pelaku usaha masih sepakat,” tutur Tjahya.
Sementara itu Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan kekhawatirannya terhadap berlebihnya pasokan dua komoditas tersebut. “Untuk telur dan ayam, saya khawatir sebelum puasa harga bisa turun,” kata Enggar di Kementerian Perdagangan, Senin (9/4).
(Baca juga : Masih Pro Kontra, Pengusaha Nilai Patokan Harga Ayam Sulit Dipraktikan)
Sebelumnya, produsen pakan ternak PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menilai penetapan harga patokan batas atas dan batas bawah ayam potong oleh Kementerian Perdagangan tidak mudah dipraktikkan. Kebijakan tersebut masih menuai pro kontra lantaran variasi bobot ayam yang dijual di pasar sulit dijadikan penentu patokan harga jual.
Wakil Presiden Direktur Japfa Bambang Budi Hendarto mengatakan dari beberapa kali pertemuan antara pengusaha dan pemerintah, kebijakan penetapan harga patokan ayam belum menemui kesepakatan yang jelas. “Masih susah dipraktikkan dalam kenyataannya di pasar,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (5/4).
Dia mencontohkan, harga jual ayam potong seberat 1,5 kilogram bisa berharga lebih murah dibandingkan dengan ayam dengan massa 2 kilogram yang harganya bisa lebih mahal. Sehingga, perbedaan berat itu yang berpotensi menyebabkan penerapan kebijkan harga batas atas dan batas bawah belum dapat dilakukan secara optimal.
Meski begitu, ia pun menjelaskan pengusaha tetap membatasi harga agar tak melonjak terlalu tinggi. Misalnya, harga jual ayam yang dipatok sebesar Rp 20 ribu, meski mendekati momen Lebaran yang biasanya harga ayam melonjak tinggi akibat tingginya permintaan.