Pengusaha Bantah Tudingan Permainan Data Kebutuhan Gula Rafinasi

ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
Satuan Tugas Ketahanan Pangan Sulawesi Selatan menunjukkan kemasan gula rafinasi ilegal milik UD Benteng Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (22/5).
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
8/3/2018, 06.45 WIB

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menuturkan,indikasi kelebihan itu ditemukan lewat pendataan kontrak dalam sistem lelang. “Indikasi dilihat dari permohonan persetujuan impor, yang salah satunya berdasarkan kontrak dan kapasitas produksi antara penjual dan pembeli,” kata Bachrul, pekan lalu.

(Baca : Kemendag Siap Jelaskan Soal Lelang Gula Rafinasi ke Ombudsman) 

Menurutnya, saat ini terdapat kontrak yang dibuat untuk periode pengiriman tertentu sepanjang 2019-2021. Kontrak tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar permohonan izin impor, kendati tidak direalisasikan di tahun penerbitan perizinan impor (PI). Hal itu yang kemudian berpotensi terjadi penggelembungan volume gula rafinasi.

Bachrul juga mengungkapkan, penggelembungan volume kontrak berpotensi terjadi bila perusahaan pembeli keberatan memberikan dokumen perizinan. “Apabila data perizinannya diketahui, maka akan dapat dideteksi pembeli mana yang membuat kontrak tidak sesuai dengan kebutuhannya,” ungkap Bachrul.

Karenanya, pemerintah mendorong perusahaan besar yang memiliki kontrak jangka panjang dengan industri gula rafinasi untuk masuk dalam pasar lelang GKR. “Informasi seperti izin industri, nama perusahaan, kapasitas gudang, dan alamat pengiriman pembeli akan bermanfaat bagi tata niaga GKR,” jelas Bachrul.

Menurut catatan Bappebti, hingga Februari 2018 uji coba lelang gula rafinasi telah melibatkan sekitar 1.965 pelaku usaha yang terdiri atas 451 industri besar/IKM dan 1.514 Koperasi/UKM/UMKM sebagai peserta beli. Sementara untuk peserta jual jumlahnya baru sekitar 11 perusahaan.

Halaman:
Reporter: Michael Reily