Ketua Umum Asosiasi Mainan Indonesia Sujtiadi Lukas menilai kebijakan pemeriksaan barang di luar kawasan kepabeanan atau post-border menguntungkan bagi industri mainan. Sebab, kebijakan itu jadi memudahkan importasi mainan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
"Impor barang mainan itu untuk memenuhi kebutuhan dari industri mainan," kata Sujtiadi di Jakarta, Jumat (23/2).
Sujtiadi mengatakan, selama ini industri mainan belum bisa memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Alhasil, 60-65% dari kebutuhan tersebut harus dipasok industri mainan melalui impor.
Sebelum kebijakan post-border diberlakukan, impor mainan kerap terkendala karena penyesuaian dokumen perizinan. Selain itu, kerap pula terjadi miskomunikasi terkait kode Harmonized System untuk beberapa mainan sehingga membuat waktu pemeriksaan menjadi lebih lama.
"Pabrikan lokal belum bisa memenuhi 100% dari kebutuhan mainan di Indonesia. Tetap harus didukung dari impor," kata Sujtiadi.
(Baca juga: Bea Cukai: Pemeriksaan di Luar Pelabuhan Pangkas Dwelling Time 50%)
Sujtiadi mengatakan, setiap bulannya industri mainan dapat mengimpor 1000 kontainer ke Indonesia. Dalam setahun, nilai impor industri mainan sebesar Rp 4,8 triliun.
Kepala Subdirektorat Industri Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kementerian Perindustrian Mulyadi mengatakan, impor mainan terus meningkat sejak 2013. Pada 2017, transaksi impor mainan meningkat 12% dibandingkan tahun sebelumnya.
"Kalau impor meningkat 2013-2017 meningkat terus," kata Mulyadi.
Guna mendukung kebijakan post-border, mulai April 2018 Kemenperin akan mempercepat proses pengurusan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) untuk mainan. Hal ini dilakukan dengan menerapkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) melalui aplikasi online untuk mainan.
"Jadi perusahaan tidak perlu datang ke kantor kami membawa berkas dan dokumen, itu kami lakukan lewat SIINAS. Di sana ada pelayanan rekomendasi," kata Mulyadi.
(Baca juga: Mainan Impor untuk Koleksi Pribadi Kini Tak Wajib SNI)
Kebijakan post-border berlaku mulai 1 Februari 2018. Setelah sebulan penerapannya, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan mengklaim kebijakan ini membuat waktu tunggu bongkar muat keluar dari pelabuhan (dwelling time) menurun 50% dari biasanya. Sebelumnya, dwelling time dapat berlangsung selama 2-3 hari.
Aturan post border berlaku untuk 21 komoditas yakni besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya, jagung, produk kehutanan, mutiara, ban, mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi berwarna dan printer berwarna, bahan baku plastik, pelumas, kaca lembaran, keramik, produk tertentu, intan kasar, produk holtikultura, hewan dan produk hewan, alat ukur, barang modal tidak baru, dan barang berbasis sistem pendingin.
(Baca juga: Pengawasan Impor Baja hingga Plastik Digeser ke Luar Pelabuhan)