Indonesia, Thailand, dan Malaysia Tahan Ekspor Agar Harga Karet Naik

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Seorang petani menyayat pohon karet untuk diambil getahnya, di Nagari Muaro Bodi, Sijunjung, Sumatra Barat, Senin (13/3). Berdasarkan data Pemkab Sijunjung, produksi karet setempat sebesar 62.164 ton per tahun dengan luas lahan perkebunan yang dikelola se
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
12/2/2018, 13.15 WIB

Indonesia, Thailand, dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) sepakat untuk membatasi ekspor karet selama kuartal pertama 2018. Kesepakatan itu dibuat di Bangkok, Thailand pada 22 Desember 2017 dengan memangkas ekspor sebesar 350 ribu ton.

“Hasilnya, (diharapkan) terjadi kenaikan harga karet alam sebesar 5%,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan dalam keterangan resmi, akhir pekan lalu.

Menurut Daily Composite Price IRCo (14-day moving average), harga rata-rata karet alam naik dari US$ 1,46 per kilogram pada 21 Desember 2017 ke US$ 1,54 per kilogram pada 31 Januari 2018. Skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) diawasi dan dievaluasi tiap bulan oleh Komite Monitoring dan Pengawasan dari ITRC.

Pemangkasan ekspor kali ini merupakan yang kelima. Ketiga negara eksportir terbesar karet di dunia ini berharap pemangkasan ekspor akan membuat harga bergerak ke tingkat yang lebih menguntungkan petani.

(Baca juga:  Pemerintah Kaji Perluasan Dana Perkebunan dari Sawit ke Karet)

Pelaksanaan keputusan ini di Indonesia diperkuat dengan Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 67 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan AETS Kelima untuk Komoditas Karet Alam. “Indonesia, bersama-sama Thailand dan Malaysia, berkomitmen menjalankan AETS sesuai kesepakatan dan regulasi di masing-masing negara,” jelas Oke.

Halaman:
Reporter: Michael Reily