Usai Ditegur Jokowi, Mendag Menaikkan Target Ekspor Jadi 11%

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Mendag Enggartiasto Lukita (kiri) didampingi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5).
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
2/2/2018, 20.37 WIB

Peringkat Delapan di Asia Tenggara

Peningkatan ekspor dianggap penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Saat ini  pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di peringkat delapan di Asia Tenggara. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyarankan agar Kementerian Perdagangan melakukan pendekatan khusus kepada pengusaha agar ekspor meningkat. “Kementerian Perdagangan harus memberikan dukungan penuh kepada pengusaha-pengusaha supaya berani melakukan ekspor,” jelas Bambang, kemarin.

Alasannya, pasar domestik yang besar membuat pengusaha nyaman untuk menjual produk di dalam negeri. Menurutnya, pola pikir seperti ini harus diubah agar pengusaha bisa berubah. Salah satunya adalah menggenjot industri berbasis sumber daya alam.

Bambang menegaskan, Indonesia belum dapat memanfaatkan momentum perbaikan ekonomi global. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura masing-masing pertumbuhan ekonomi mencapai  6,2% dan 5,2% karena didukung ekspor. 

“Ekonomi global membaik, permintaan meningkat, ternyata Singapura dan Malaysia loncat pertumbuhannya,” jelas Bambang. 

(Baca: Indonesia Siap Mulai Perundingan Dagang dengan Bangladesh)

Peningkatan ekspor Indonesia sebesar 16% pada 2017, menurut Bambang, disebabkan oleh perbaikan harga komoditas bukan karena perbaikan permintaan dari pasar luar negeri. “Kita belum punya resep untuk menangkap pertumbuhan global yang akhirnya diwujudkan dalam ekspor,” jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyoroti kinerja ekspor yang belum memuaskan meski pemerintah sudah berupaya keras untuk meningkatkannya. Ia berpendapat, penyebabnya adalah koordinasi dan sinergi yang lemah antarkementerian dan lembaga, serta pemerintah daerah (Pemda).

"Semuanya kayaknya kerja luar biasa banyak, tapi hasilnya lebih kecil dari (kerja keras) masing-masing. Itu berarti kami kerja keras habis di dalam kerjanya itu sendiri, bukan mencapai tujuannya. Inilah yang disebut dari kelemahan koordinasi dan sinergi," kata Sri Mulyani.

Halaman:
Reporter: Michael Reily