Kementerian Perindustrian mencatat nilai ekspor batik dan produk batik sampai Oktober 2017 mencapai 51,15 juta dolar AS. Jumlah ini meningkat 29,8% dibandingkan pencapaian semester I tahun 2017 sebesar US$ 39,4 juta. Negara pasar utama batik Indonesia yakni Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa.
“Industri batik nasional memiliki daya saing komparatif dan kompetitif di pasar internasional. Indonesia menjadi market leader yang menguasai pasar batik dunia,” kata Dirjen IKM Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih pada Pembukaan Pameran dan Deklarasi Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dalam siaran pers, Kamis (21/12).
Menurut Gati, perdagangan produk pakaian jadi dunia yang mencapai US$ 442 miliar menjadi peluang besar bagi industri batik untuk meningkatkan pangsa pasarnya, mengingat batik sebagai salah satu bahan baku produk pakaian jadi.
“Batik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk fesyen, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat dari berbagai kelompok usia dan mata pencaharian di dalam dan luar negeri,” kata dia.
(Baca: Semarak Hari Batik, Antara Citra dan Keluhan Pedagang)
Saat ini Industri Kecil Menengah (IKM) batik tersebar di 101 sentra seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan D.I Yogyakarta. Jumlah tenaga kerja yang terserap di sentra IKM batik mencapai 15 ribu orang.
Dalam upaya mendongkrak produktivitas dan daya saing IKM batik, Kemenperin telah melakukan berbagai program strategis, antara lain peningkatan kompetensi sumber daya manusia, pengembangan kualitas produk, standardisasi, fasilitasi mesin dan peralatan, serta kegiatan promosi dan pameran batik di dalam dan luar negeri.
Guna meningkatkan akses pasar, Gati menambahkan, pihaknya memiliki program e-Smart IKM yang bekerja sama dengan beberapa marketplace.
“Melalui program e-Smart ini produk batik di dorong untuk memasuki pasar online, sehingga memiliki jangkauan pasar yang lebih luas karena dapat diakses oleh konsumen dari berbagai daerah,” jelasnya.
(Baca: Pemerintah Kembangkan Industri Tekstil di Luar Jawa)
Kemenperin juga mendorong agar para perajin batik memperoleh berbagai fasilitas pembiayaan seperti kredit usaha rakyat (KUR), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonsia (LPEI) dan insentif lainnya untuk memperkuat struktur modalnya. “Dengan demikian, diharapkan industri batik nasional dapat tumbuh signifikan dan daya saingnya meningkat,” imbuhnya.
Gati berharap, pengembangan industri batik nasional dapat dijalankan secara kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, pelaku usaha, dan komunitas.
“Setiap stakeholder tersebut memiliki peran yang berbeda, sehingga dengan sinergi ini pengembangan industri batik nasional akan terintergrasi dan sustainable dari hulu sampai hilir,” tegasnya.