Jokowi Dorong Petani Berhimpun Garap Agrobisnis Seperti Korporasi

ANTARA FOTO/Rahmad
Petani memanen butiran padi (gabah) di Desa Kandang, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (23/3).
12/9/2017, 19.19 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan paradigma dalam meningkatkan kesejahteraan petani harus diubah. Selama ini upaya peningkatan kesejahteraan petani hanya berkutat pada pembenahan budidaya pertanian. Padahal potensi yang lebih besar justru berasal dari sektor argobisnisnya.

"Kita lupa bahwa petani akan mendapatkan keuntungan yang besar itu sebetulnya dari proses bisnisnya, dari proses agrobisnisnya," kata Jokowi saat Rapat Terbatas (Ratas) Mengkorporasikan Petani, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/9). 

(Baca: Anggaran Besar, Benih Bantuan Pemerintah Berkualitas Buruk)

Selama ini upaya pemerintah dalam meningkatkan petani adalah dengan membagikan benih, pembasmi hama (insektisida), atau memberi penyuluhan mengenai produksi pertanian. Presiden menginginkan agar petani bisa masuk ke bisnis yang lebih luas, seperti memproduksi benih sendiri, memiliki peralatan produksi yang modern, industri pengolahan, hingga pengemasan hasil produksinya dengan desain yang menarik. Bahkan, petani perlu diarahkan untuk memasarkan langsung produksinya secara online.

Menurutnya, hal ini sangat mungkin dilakukan, mengingat harga mesin dan peralatan produksi pertanian saat ini sudah semakin terjangkau. Pemerintah pun akan mendorong perbankan agar mau memberikan bantuan pembiayaan bagi petani.

Dalam rapat ini Jokowi juga mengundang pemilik Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) Pangan Terhubung yakni Luwarso untuk menerima masukan terkait memberdayakan bisnis pertanian. Pada intinya, Jokowi mengajak para petani berkumpul dalam kelompok besar untuk mengkorporasikan petani.

"Nanti saya bicara korporasikan petani, baru kelihatan mau menjadikan petani di bawah konglomerat," katanya. (Baca: Sindir Lulusan IPB Jadi Bankir, Jokowi: Pangan Akan Jadi Panglima)

Direktur Utama PT. BRI (Persero) Tbk Suprajarto mengusulkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) merangkul petani untuk membuat kelompok besar. Hal ini agar kelompok tersebut dapat mengakses pembiayaan perbankan lantaran risikonya yang lebih termitigasi.

"Saya sampaikan tadi ke Bapak Presiden, tapi Ibu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah setuju," katanya.

Sementara Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menghitung paling tidak dengan luasan lahan 5.000 hektare maka perbankan akan merasa lebih efisien untuk mengakses petani. OJK memberikan pendapat bahwa pengelompokkan petani secara besar dapat membantu pembiayaan perbankan.

"Karena itu yang namanya korporasi," katanya. (Baca: Pemerintah Bagi-Bagi Lahan Hutan 2 Hektare per Keluarga)