Pemerintah menyatakan akan berupaya mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) agar punya daya saing yang lebih tinggi. Salah satu yang sedang disiapkan adalah memberikan kemudahan bagi industri ini untuk melakukan impor bahan baku.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan hal ini merupakan bentuk relaksasi untuk memberi kemudahan bagi industri kecil yang membutuhkan komoditas bahan produksinya. Heri mengatakan nantinya akan ada peraturan khusus yang diberikan.
"Kami detailkan dulu teknisnya," kata Heru usai rapat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (31/8). (Baca: Kemenkeu Kaji Penurunan Pajak UMKM untuk Dorong Kepatuhan Pajak)
Heru mencontohkan kemudahan impor untuk industri tekstil. Pengrajin batik di Pekalongan biasanya membutuhkan bahan baku kain sutera yang belum bisa diproduksi di Indonesia. Nantinya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan mempermudah proses impor.
Selain itu Heru juga menjanjikan akan beri bimbingan bagi IKM yang mengurus izin impornya. Dia juga memastikan pemerintah akan membantu dari sisi operasionalnya. Hal lainnya adalah mengoptimalisasi pemanfaatan Pusat Logistik Berikat (PLB) untuk menjadi pusat material bahan baku IKM.
"Sebelum impor, perizinannya kami siapkan, kami bimbing dan beri kemudahan. Yang penting mereka legal dan resmi," ujar Heru. (Baca: Garam Impor Diutamakan Untuk Industri Kecil)
Industri terutama manufaktur kecil sedang mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan II tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur skala kecil pada triwulan II kemarin hanya tumbuh sebesar 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal pada triwulan sebelumnya, industri ini masih bisa tumbuh hingga mencapai 6,63%.
Pada triwulan II tahun lalu, pertumbuhan industri manufaktur mikro dan kecil masih sangat besar, mencapai 6,56%. Rendahnya produksi triwulan II tahun ini dikarenakan banyak industri mengalami pertumbuhan yang negatif. Beberapa di antara industri yang turun adalah pengolahan tembakau (-14,3%), karet dan plastik (5,5%), peralatan listrik (4,4%), farmasi dan obat (-3,8%), dan barang galian bukan logam (3,6%).