Sejak akhir tahun lalu, harga cabai terus merambat naik. Bahkan, di Kalimantan, harganya saat ini menyentuh Rp 250 ribu per kilogram (kg). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai lonjakan harga tersebut terjadi karena faktor cuaca dan praktik curang pedagang.
Menurut dia, produksi cabai berkurang lantaran di musim penghujan seperti sekarang, cabai lebih cepat membusuk. Buruknya produksi cabai juga bisa disebabkan oleh serangan hama. Kondisi tersebut dialaminya langsung karena turut menanam cabai.
Selain faktor cuaca, Darmin menduga ada praktik curang yang dilakukan oleh pedagang sehingga harga cabai melonjak tinggi. Caranya dengan menimbun pasokan cabai agar harga melonjak.
Demi mengatasi persoalan tersebut, Darmin berencana mengirim cabai dari daerah lain, terutama untuk dipasok ke Kalimantan. Untuk itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bakal segera berkoordinasi dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
“Ini luar biasa sekali kalau (harga cabai naik) sampai sebesar itu (Rp 250 ribu per kg),” kata Darmin di Jakarta, Rabu malam (4/1). “Kalau di Samarinda naik, ya dicari jalannya, kirim dari daerah lain.” (Baca juga: Cabai dan Bawang, Penyumbang Inflasi Terbesar 2016)
Ia menilai, opsi mengirim cabai dari daerah lain lebih tepat dibandingkan mengimpor. Sebab, mayoritas masyarakat Indonesia lebih menyukai cabai produksi dalam negeri. Selain itu, kenaikan harga cabai di daerah lain juga tak setinggi di Kalimantan.
Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo menyatakan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan harga bahan pangan tak melambung terlalu tinggi. Hal ini juga untuk menjaga inflasi 2017 sesuai target yaitu 3-5 persen.
(Baca juga: Beras dan Rokok, Penyumbang Terbesar Kemiskinan di Indonesia)
“Inflasi akan terjaga sesuai target yang kami tetapkan, karena itu yang harus kami kelola adalah volatile food,” ujar Agus. Adapun sepanjang Desember tahun lalu, inflasi komponen bergejolak (volatile food) seperti bahan pangan sebenarnya sudah menunjukkan penurunan. Inflasi komponen ini hanya 0,42 persen dari perkiraan sebesar 0,65 persen.
Selain inflasi dari bahan pangan, risiko inflasi tahun ini juga datang dari kebijakan penyesuaian Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk pelanggan 900 Volt Ampere (VA) dan kebijakan pendistribusian secara tertutup elpiji 3 kilogram. (Baca juga: Inflasi Naik Akibat Tarif Listrik, Ekonomi 2017 Terancam Stagnan)