Neraca dagang Indonesia masih bisa mencatatkan surplus sebesar US$ 375,6 juta pada Mei lalu. Namun, nilainya cenderung terus mengecil sejak awal tahun ini seiring dengan peningkatan impor, khususnya impor barang konsumsi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca dagang Mei 2016 lebih rendah 43,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 662,3 juta. Jika dihitung sejak awal tahun ini, surplus neraca dagang mencapai US$ 2,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 3,9 miliar.
Neraca dagang Mei 2016 masih bisa mencetak surplus meski pertumbuhan impor terus merangkak naik ketimbang ekspor. Kepala BPS Suryamin menyatakan, nilai ekspor Mei lalu mencapai US$ 11,5 miliar atau cuma naik 0,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, dibandingkan Mei 2015, nilai ekspor turun 9,6 persen.
Sedangkan nilai impor Mei 2016 mencapai US$ 11,1 miliar atau naik 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sebaliknya, turun 4,1 persen jika dibandingkan Mei 2015.
Suryamin menjelaskan, nilai ekspor secara kumulatif sejak awal tahun mencapai US$ 56,6 miliar atau melorot 12,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Begitu pula dengan ekspor nonmigas yang ebesar US$ 51,3 miliar atau melorot 9 persen. (Baca: Neraca Dagang April Surplus tapi Kinerja Ekspor Terus Melorot)
Peningkatan ekspor Mei 2016 sebenarnya ditopang oleh kenaikan ekspor migas sebesar 7,4 persen. Sedangkan ekspor nonmigas malah turun 0,3 persen. Kenaikan ekspor migas disebabkan oleh lonjakan ekspor minyak mentah sebesar 30,2 persen. Hal ini sejalan dengan kenaikan harga minyak Indonesia (ICP) sebesar 20 persen menjadi US$ 44,7 per barel. Sebaliknya, ekspor hasil minyak anjlok 17,2 persen.
Berdasarkan jenis barang, peningkatan terbesar ekspor nonmigas Mei 2016 dibandingkan bulan sebelumnya terjadi pada benda-benda dari besi dan baja, yaitu 62,6 persen. Selain itu, ekspor perhiasan/permat naik 11 persen, bijih, kerak, dan abu logam meningkat 38,2 persen, dan pupuk melonjak 395,5 persen. Adapun penurunan terbesar ekspor pada mesin-mesin atau pesawat mekanik sebesar 17,6 persen.
(Baca: Neraca Pembayaran Defisit Tertekan Pelunasan Utang)
Sementara itu, berdasarkan sektor usaha, ekspor nonmigas produk industri pengolahan selama Januari-Mei 2016 menurun 5,3 persen dibandingkan periode sama 2015. Begitu pula dengan ekspor produk pertambangan dan produk pertaninan yang anjlok masing-masing 26,9 persen dan 19,2 persen.
Di sisi lain, berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang konsumsi Mei 2016 meningkat 15,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Begitu pula dengan impor bahan baku/penolong yang naik 3,9 persen. Namun, impor barang modal malah turun 7,1 persen.
Secara tahun kalender, impor barang konsumsi selama Januari-Mei 2016 juga naik 14,1 persen dibandingkan periode sama 2015. Adapun dalam periode yang sama, impor bahan baku dan barang modal turun masing-masing 12,9 persen dan 16,7 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo Sasmito menyatakan, kenaikan impor barang konsumsi disebabkan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang bulan puasa dan Lebaran nanti.
“Misalnya impor bawang putih dan daging sapi beku karena ada 200 juta orang yang akan makan rendang saat Lebaran nanti,” katanya saat konferensi pers BPS di Jakarta, Rabu (15/6).
(Baca: Darmin Minta Cina Bantu Atasi Defisit Dagang Indonesia)
Di sisi lain, dia menepis anggapan bahwa penurunan impor bahan baku dan barang modal akibat semakin lesunya aktivitas usaha di dalam negeri. Menurut dia, impor barang modal sebelumnya relatif sudah tinggi. Sedangkan menjelang Lebaran, barang modal kurang dibutuhkan. Selain itu, dia melihat sebagian industri sudah mulai memakai mesin-mesin yang diproduksi di dalam negeri.
Begitu pula dengan penurunan impor bahan baku/penolong, yang lebih disebabkan oleh penurunan harga komoditas di pasar global. “Nilainya (impor bahan baku) memang turun tapi secara volume tidak turun,” ujar Sasmito.