Pemerintah terus berupaya memperbaiki peringkat kemudahan berusaha (Ease Of Doing Business/ EODB) Indonesia di antara semua negara yang disurvei setiap tahun oleh Bank Dunia. Untuk itu, di hadapan para petinggi Bank Dunia, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani akan memaparkan hasil deregulasi yang telah dilakukan pemerintah sejauh ini.
Rencananya, Franky didampingi Hakim Agung MA Syamsul Ma’arif, Dirjen Administrasi Hukum Umum Freddy Harris, Kepala Bagian Pemantauan Perusahaan Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Eko Rizanoordibyo, dan Kepala Divisi Komersial Perusahaan Listrik Negara (PLN) Benny Marbun akan berkunjung ke kantor pusat Bank Dunia di Washington D.C., Amerika Serikat, Senin ini (23/5). Rombongan tersebut akan diterima oleh Direktur Grup Indikator Global Bank Dunia Augusto Lopez Claros beserta tim Doing Business.
Menurut Franky, kunjungan tersebut bertujuan memberikan informasi yang utuh terhadap berbagai upaya pemerintah memperbaiki kemudahan berusaha di Indonesia. Jadi, ada dua topik utama yang akan disampaikannya.
Pertama, reformasi yang telah dilakukan oleh pemerintah. Kedua, perbaikan dalam upaya memperbaiki peringkat kemudahan berusaha terkait 10 indikator utama dan implementasinya.
(Baca: Terkendala Implementasi, Paket Kebijakan Sulit Dorong Ekonomi)
Dari sisi reformasi, yang telah dilakukan pemerintah adalah merombak dan melakukan penyederhanaan perizinan melalui BKPM. Mulai dari pelaksanaan sistem online, pendirian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pusat, layanan izin investasi 3 jam serta kemudahan investasi langsung konstruksi. “Layanan izin investasi 3 jam memangkas proses yang membutuhkan waktu 23 hari kini hanya membutuhkan waktu 3 jam,” kata Franky dalam siaran pers BKPM, Senin (23/5).
Sedangkan dari sisi perbaikan kemudahan berusaha, pemerintah telah melakukan berbagai hal dan mulai menuai hasilnya. Contohnya untuk indikator memulai usaha, telah dilakukan penyederhanaan dari 13 prosedur menjadi 5 prosedur. Adapun waktu proses yang dilakukan juga dikurangi dari 48 hari menjadi 5 hari. “Kemudian biaya yang diperlukan juga dikurangi dari Rp 5,7 juta atau sekitar US$ 410 menjadi Rp 1,2 juta atau sekitar US$ 86,” ujarnya.
(Baca: Kejar Peringkat Kemudahan, PLN Luncurkan Pelayanan Satu Pintu)
Selain itu, pemerintah telah menghapus batasan minimum modal pendirian usaha sebesar Rp 50 juta. “Sebagai tambahan, jaminan sosial dan kesehatan juga dipermudah dengan proses online,” lanjutnya.
Sekadar informasi, peringkat EODB Indonesia sejak tahun 2012 sebenarnya terus membaik. Tahun ini, Indonesia berada di posisi 109 dari 189 negara yang disurvei Bank Dunia. Namun, posisi ini tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, seperti Singapura di posisi 1, Malaysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam posisi 90 dan Filipina posisi 103.
Presiden Joko Widodo menargetkan peringkat EODB Indonesia bisa naik ke posisi 40 pada tahun depan. Untuk itu, pemerintah akan memperbaiki 10 poin kemudahan usaha yang menjadi indikator survei tersebut. Yaitu: memulai usaha, perizinan terkait pendirian bangunan, pendaftaran properti, pembayaran pajak, akses mendapatkan kredit, dan penegakan kontrak. Selain itu, akses listrik, perdagangan lintas negara, penyelesaian perkara kepailitan, dan perlindungan terhadap investor minoritas.
(Baca: Rilis Paket Jilid XII, Jokowi Pangkas 45 Prosedur Kemudahan Usaha)
Demi mencapai target tersebut, pemerintah juga telah merilis Paket Kebijakan Ekonomi XII terkait perbaikan indikator kemudahan berusaha pada 28 April lalu. Paket itu berisi kemudahan berusaha untuk memberikan tiga kepastian bagi pelaku usaha. Yaitu pemangkasan prosedur, waktu dan biaya yang diperlukan.