Proyek Listrik Molor, Sudirman: Presiden Evaluasi Manajemen PLN

Katadata
Presiden Joko Widodo bersama Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
18/5/2016, 19.33 WIB

Dalihnya, PLN meragukan pengalaman peserta lelang dalam membangun proyek pembangkit listrik. Padahal, menurut Agung, lelang tersebut telah menggunakan skema ekspansi dan lelang terbatas. Dengan begitu, investor yang lolos seleksi sudah dapat dibuktikan kemampuannya.

Selain itu, PLN juga beralasan bahwa pembangunan transmisi tidak mencukupi. Padahal, hal tersebut semestinya sudah diantisipasi sejak jauh-jauh hari. “Alasannya berubah-ubah dan tidak konsisten,” ujarnya.

Menurut Agung, para investor sebenarnya masih berkomitmen untuk berkontribusi dalam megaproyek pembangkit listrik 35 GW. Sebagai contohnya, pada November 2015 saat amplop penawaran sudah dibuka dan diketahui harganya, para investor langsung menyiapkan peralatannya.

Namun, sejumlah perubahan keputusan secara mendadak oleh manajemen PLN telah menimbulkan ketidakpastian. “Mereka (investor) meminta kepastian,” kata Agung.

(Baca: Empat Faktor Penghambat Realisasi Megaproyek Listrik 35 GW)

Untuk menyelesaikan berbagai persoalan itu, pemerintah berencana menggelar rapat dengan manajemen PLN pada Senin depan (23/5). Selain itu, pemerintah terus mendesak PLN menyerahkan revisi RUPTL.

Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Sudjatmiko mengatakan, banyak poin yang harus direvisi dalam RUPTL. Namun, setidaknya revisi itu menyangkut tiga poin utama. Pertama, PLN perlu memperbesar porsi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik yang dibangunnya sesuai dengan ketentuan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yaitu 23 persen pada tahun 2025.

Kedua, pembangunan daerah timur Indonesia atau daerah-daerah terluar. “Dalam RUPTL harus berisi ada pembangunan listrik di desa atau daerah terdepan terluar,” kata Sudjatmiko. Hal ini terkait dengan target elektrifikasi nasional sebesar 97 persen pada 2019. Ketiga, RUPTL harus memuat penguatan peran PLN dalam pengelolaan listrik dan jaringannya.

Menurut dia, penetapan RUPTL PLN tersebut oleh pemerintah penting agar kemudian dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam megaproyek 35 GW. Mulai dari pemerintah sebagai regulator, investor yang berminat membangun proyek itu serta perbankan untuk sumber pendanaannya.

Desakan Kementerian ESDM kepada PLN ini bukan tanpa sebab. Jumat pekan lalu, Menteri ESDM dipanggil oleh Presiden untuk menanyakan perkembangan kemajuan proyek listrik 35 GW. Sebab, sudah banyak juga investor dan pelaku usaha menanyakan perkembangan proyek ini.

Kementerian ESDM mencatat, pembangunan proyek pembangkit listrik 35 GW berjalan lambat. Hingga bulan lalu, hanya ada 0,6 persen pembangkit 35 GW yang sudah beroperasi. Sisanya masih dalam tahap perencanaan, pengadaan, dan konstruksi.

Halaman: