Gayung bersambut. Usul Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) agar pengembangan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) diambil pemerintah mendapat respons positif. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berencana mencari investor swasta lain untuk menggarap proyek tanggul raksasa Jakarta fase A tersebut.
Dalam membangun tanggul terbesar di Indonesia itu, yang menghadang laut utara Jakarta, butuh dana hingga Rp 110 triliun. Di tengah kebutuhan dana begitu besar, pengembangan 17 pulau reklamasi di jalur tersebut sedang mandek dengan munculnya moratorium reklamasi. Di sisi lain, mereka berkewajiban membangun dua pertiga panjang tanggul. (Baca: Proyek Tanggul Raksasa Jakarta Bakal Diambil Pemerintah).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Arie Setiadi Murwanto mengatakan dalam waktu dekat akan membahas skema pendanaannya dengan Bappenas dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Alternatif lainnya dengan mengundang investor swasta baru yang tidak terkena moratorium. “Kalau swasta menolak semua, ya pemerintah memang harus ambil,” kata Arie yang mewakili Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono dalam pengukuhan Waluyo Hatmoko sebagai Profesor Riset di Gedung Kementerian, Jakarta, Kamis, 21 April 2016.
Hal ini perlu segera diputuskan mengingat NCICD A merupakan pembangunan prioritas nasional. Arie mengatakan proyek tersebut, porsi pemerintah dan swasta, harus segera selesai dalam dua tahun ke depan. Apalagi fase A ini digunakan untuk menahan naiknya permukaan air laut seiring penurunan permukaan tanah Jakarta. “Tidak bisa hanya porsi kami yang dirampungkan, harus full semua,” ujarnya.
Mengenai panjang tanggul yang mencapai 95 kilometer, naik dari 32 kilometer dalam desain awal, Arie beralasan hal tersebut mengikuti jalur muara sungai. Apabila tanggul hanya dibuat lurus maka masih ada kenaikan permukaan air di muara sungai yang dapat menimbulkan banjir. Selain itu, tanggul memiliki banyak fungsi lain seperti terbentuknya jalan untuk mengurai kemacetan. (Baca juga: Studi Tanggul Laut Raksasa Dilanjutkan).
Adapun terkait pulau reklamasi, prosesnya belum dirancang dengan baik terutama apabila dihubungkan dengan pemulihan kondisi lingkungan DKI Jakarta. Oleh sebab itu, dia meminta Pemerintah Provinsi mempertimbangkan aspek lingkungan dalam memberikan izin reklamasi. “Bisa lebih baik lagi, metodenya ditata lagi,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Pengairan dan Irigasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Donny Azdan mengatakan pemerintah mempertimbangkan untuk mengambil alih pendanaan proyek NCICD fase A. Langkah ini ditempuh apabila penangguhan sementara atau moratorium reklamasi 17 pulau dihentikan dalam jangka panjang sehingga proses perluasahan lahan ini mandek.
Donny menjelaskan kontribusi pendanaan dari pengembang pulau sangat penting bagi proyek bendungan raksasa. Sebab, pengembang pulau reklamasi berkewajiban membangun tanggul raksasa untuk melengkapi porsi pemerintah yang hanya delapan kilometer dari total panjang dalam desain awal tanggul sepanjang 32 kilometer. “Karena NCICD A ini untuk pengamanan (pantai) Jakarta Utara, penting dilanjutkan,” kata Donny kemarin.
Untuk diketahui, moratorium reklamasi 17 pulau tadi diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli setelah rapat dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Hal ini untuk mengkaji seluruh perizinan reklamasi di kawasan tersebut. (Lihat pula: Pemerintah Bentuk Tim untuk Kaji Ulang Proyek Tanggul Raksasa).
Proyek ini telah “memakan korban” anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Muhammad Sanusi dan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja akibat kasus suap dalam rancanagn peraturan daerah reklamasi pulau. “Kita hentikan sementara secara objektif proyek ini,” ujar Rizal seperti tertayang pada laman resmi Kementerian Koordinator Maritim.