Indonesia disebut bakal menerima dampak positif dari perseteruan Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, terkait pandemi virus corona (Covid-19). Pasalnya, ada kemungkinan Indonesia menjadi destinasi relokasi perusahaan manufaktur AS.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, salah satu perusahaan farmasi AS berencana merelokasi pabriknya dari Tiongkok ke Indonesia. Rencananya, pabrik tersebut akan dibangun di lahan seluas 4.000 hektare (ha), di Jawa Tengah.
"Saya diminta Presiden Joko Widodo untuk bicara dengan pembantu Presiden AS Donald Trump, dan sekarang 4.000 Ha lahan di Jawa Tengah sedang disiapkan," kata Luhut, dalam diskusi daring, Minggu (10/5).
Untuk mempersiapkan lahan ini Luhut juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan untuk pembangunannya sudah mulai dikerjakan.
Kondisi ini dapat dimanfaatkan industri farmasi dalam negeri untuk meningkatkan produksi bahan baku, untuk menghilangkan ketergantungan impor dari luar negeri. Saat ini, industri farmasi dalam negeri masih mengandalkan impor bahan baku, yakni 60% dari Tiongkok, dan 30% dari India.
(Baca: Krisis Bahan Baku Impor Hantui Industri Farmasi)
Masuknya pemain asing dalam industri farmasi, juga dinilai mampu mempercepat penanganan pandemi corona. Karena, masuknya perusahaan farmasi asing akan mampu melengkapi kemampuan industri dalam negeri, yang telah mampu memproduksi alat kesehatan secara mandiri.
"Sekarang produksi alat peindung diri (APD) dalam negeri misalnya, sudah mulai jalan produksi 1,5 juta potong per bulan. Nantinya, dengan masuknya pabrik farmasi diharapkan penanganan wabah akan semakin cepat terkendali," ujarnya.
Masuknya industri farmasi ke Indonesia juga diperkirakan akan mempercepat pemulihan kondisi perekonomian, yang terpukul pandemi corona. Pasalnya, industri farmasi termasuk salah satu bisnis yang kebal terhadap wabah, yang perkembangannya justru meningkat pesat sejak Covid-19 menyebar akhir tahun lalu.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan, produk farmasi justru dicari dalam situasi saat ini. Berbeda dengan industri lain, seperti manufaktur atau otomotif, yang kinerjanya justru jeblok saat ini.
"Memang, industri farmasi punya masalah ketergantungan impor bahan baku, tapi paling tidak pasarnya ada. Selain farmasi, industri lain yang juga tumbuh bagus saat ini adalah informasi teknologi (IT), dan teknologi," kata Shinta, kepada Katadata.co.id, Jumat (8/5).
(Baca: Kadin: Industri Farmasi & Teknologi Paling Kebal dari Pandemi Corona)