Harga gula pasir dan bawang putih sempat melambung di tingkat konsumen. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut, ada permainan oknum di balik tingginya harga gula dan bawang putih di pasar.
"Gula dan bawang putih mahal karena dibuat mahal. Ada pungutan-pungutan," kata pria yang akrab disapa Buwas tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV, Kamis (25/6).
Menurut Buwas, ada sekelompok oknum yang secara terang benderang melakukan pungutan. Terkait dugaan ini, dia pun mengkalim telah mengetahui dan memiliki bukti terkait oknum tersebut.
(Baca: Di Depan DPR, Buwas Beberkan Praktik Mafia Beras hingga Daging Kerbau)
Pungutan itu dilakukan dari proses distribusi di hulu hingga hilir atau tingkat konsumen. Sehingga menyebabkan harga gula dan bawang putih merangkak naik signifikan.
Mantan Kepala Bareskrim Polri itu pun telah menguji para oknum dengan meminta kuota impor untuk Bulog. Namun, perusahaan pelat merah itu tidak mendapatkan kuota impor.
"Kuota Bulog dikasih ke orang lain. Mereka dapat izin tidak sampai sehari, langsung ditandatangani," ujar dia.
Untuk komoditas bawang putih, Buwas juga mengatakan harga di negara asal tidak sampai Rp 10 ribu per kilogram. Namun, ketikan dijual di dalam negeri, harga bawang putih meroket hingga Rp 40 ribu per kilogram di tingkat konsumen.
"Ini seperti membiarkan konsumen dibebani harga mahal dari pungutan-pungutan," kata Buwas.
Permainan Komoditas Singkong
Selain bawang putih dan gula, ia juga mengeluhkan adanya permainan pada komoditas singkong. Singkong yang dihasilkan petani dalam negeri memiliki potensi untuk diekspor lantaran permintaan di negara lain cukup tinggi.
Hal tersebut sempat mendorong petani untuk mengembangkan lahan singkong yang sempat tertidur. Bahkan, ada investor yang berminat untuk mendukung pengembangan lahan singkong tersebut.
(Baca: Harga Gula Petani Diramal Tertekan Imbas Panen dan Masuknya Gula Impor)
Namun, para petani singkong dipersulit ketika imgim menjual produk. Alhasil, minat petani singkong untuk mengembangkan produknya menurun. Bahkan, lahan singkong yang sempat berkembang tersebut kembali tertidur atau menganggur.
"Petani dipersulit untuk menjual. Bahkan mereka punya pasar ekspor pun dihambat supaya tidak ekspor. Ini fakta supaya singkong impor tetap masuk," ujar dia.