Dampak IA-CEPA, Ratusan Ribu Sapi Australia Bisa Bebas Bea Masuk ke RI

ANTARA FOTO/Aloysiu Jarot Nugroho
ilustrasi sapi. Kerja sama IA CEPA berdampak pada sektor perdagangan sapi Indonesia-Australia.
Penulis: Ekarina
6/7/2020, 21.38 WIB

Kerja sama perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) resmi berlaku mulai 5 Juli 2020. Kerja sama ini dinilai bisa memberi kepastian bagi sektor usaha di bidang peternakan, seperti ekspor 570 ribu sapi Australia ke Indonesia dengan fasilitas bebas bea masuk. 

Organisasi Non Profit perdagangan, Meat and Livestock Australia (MLA) menyatakan sebelum adanya kerja sama ini, peternak sapi Australia menghadapi ketidakpastian yang menyulitkan peternak membuat perencanaan usaha.

(Baca: IA-CEPA Berlaku, Industri Otomotif Ajukan Izin Ekspor ke Australia)

"Dengan IA-CEPA ini sebagian ketidakpastian dihapus, ada guarentee kuota 575 ribu sapi Australia," kata Country Manager of Meat and Livestock Australia untuk Indonesia, Valeska dalam webinar di Jakarta, Senin (6/7). 

Sebelum Kemitraan IA-CEPA diberlakukan, Indonesia mengenakan tarif sebesar 5% untuk importasi sapi hidup dari Australia. Pembebasan tarif akan diberlakukan secara bertahap dalam beberapa tahun. 

Selain dari sisi tarif, kuota impor sapi bakalan akan meningkat secara bertahap hingga mencapai 700 ribu ekor pada 2026. 

Ekspor Daging Australia

Kerja sama ini juga diyakini meningkatkan perdagangan kedua negara, salah satunya di bidang ekspor-impor daging sapi (red meat) maupun sapi hidup (live cattle) di tengah persaingan negara lain, seperti India atau Brasil.

Daging sapi asal negeri Kangguru memiliki sejumlah keunggulan kompetitif dibanding komoditas pesaing. Keunggulan itu di antaranya, jaminan produk halal serta bebas dari penyakit kuku dan sapi gila.

Selain itu, letak geografis Australia yang lebih dekat dengan Indonesia juga memudahkan ekspor keduanya. 

Dengan konsumsi daging sapi Indonesia yang baru mencapai 2,6 kilogram per tahun, atau 10 kali lipat lebih rendah dibanding konsumsi daging negara itu memberi peluang kerja sama yang lebih luas. Salah satunya mendorong pengolahan produk sapi bernilai tambah untuk ekspansi ke pasar global.

"Australia sangat welcome dengan perjanjian ini karena memberi kepastian dan juga akses bagi peternak mereka hingga berpotensi memperdalam kerja sama di bidang rantai pasok dunia," kata  Valeska. 

(Baca: Perdagangan Bebas Indonesia-Australia Berlaku, Siapa yang Untung?)

Selain itu kerangka kerja sama ini juga menyebabkan pengurangan tarif bea masuk ekspor daging sapi dan sapi hidup Australia ke Indonesia. Kedua negara juga dapat saling berkolaborasi secara komprehensif, mulai dari peningkatan kompetensi SDM, transfer teknologi dan keahlian, serta investasi yang lebih luas.

"Dengan kerja sama  IA CEPA, raw material yang lebih murah dapat meningkatkan processing produk ke luar. Selain itu, kerja sama ini diharapkan bisa meningkatkan standarisasi produk Indonesia," kata Senior Policy and Trade Officer, MLA Indonesia, Siti Nur Aini.

Kendati memiliki sektor peternakan yang cukup besar, namun Australia hanya berkontribusi sekitar 2,4% terhadap produksi ternak sapi dunia. Sedangkan dari jumlah sapi tersebut mampu menghasilkan daging sapi dengan nilai kontrubusi 4% terhadap produksi daging dunia. 

Dari  total daging yang diproduksi negara itu,  sebanyak 25% dialokasikan untuk konsumsi dalam negeri dan 75% lainnya untuk ekspor. Pasar ekspor terbesar daging sapi Australia saat ini yakni Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Korea Selatan. 

Total perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 mencapai US$ 7,8 miliar. Ekspor Indonesia tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan impor sebesar US$ 5,5 miliar, sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 3,2 miliar.