Pengusaha Sebut Larangan Impor APD dan Alat Medis Perlu Dikaji

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.
Ilustrasi, petugas medis mengenakan pakaian dan alat pelindung diri (APD). Pelaku usaha menilai perlu ada kajian soal larangan impor alat medis karena beberapa peralatan baru diproduksi secara massal di dalam negeri saat pandemi.
Penulis: Rizky Alika
9/7/2020, 19.22 WIB

"Harus hati-hati, lihat dulu apakah produksi beberapa alat ini bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri atau tidak," katanya.

Adapun, impor alat kesehatan sebagian besar berasal dari Tiongkok. Selain itu, sejumlah impor alat kesehatan lainnya ikirim dari Korea, Jepang, hingga Eropa.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menjelaskan, terjadi peningkatan signifikan pada produksi berbagai produk APD, seperti protective suite, pakaian operasi dan masker operasi.

Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan, diperkirakan terjadi surplus produksi sebesar 1,96 miliar unit untuk masker bedah, 377,7 juta unit masker kain, 13,2 juta unit pakaian bedah, dan 356,6 juta unit pakaian pelindung medis hingga Desember 2020

Jokowi meminta kebutuhan medis untuk penanganan pandemi virus corona atau Covid-19 tidak lagi dipenuhi dari luar negeri. Alasannya, kebutuhan medis untuk penanganan pandemi corona, mulai dari obat, alat uji PCR, hingga perangkat rapid test sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Lebih lanjut, Kepala Negara menyebut perusahaan di dalam negeri sudah bisa memproduksi 17 juta alat pelindung diri (APD) per bulannya. Padahal, kebutuhan APD untuk penanganan pandemi corona hanya sekitar 4-5 juta unit.

(Baca: Produksi 4,7 Miliar Masker/Tahun, Kemenperin Dorong Industri Ekspor)

Halaman:
Reporter: Rizky Alika