Omnibus Law Beri Kemudahan bagi UMKM, Perlu Dukungan Korporasi

ANTARA FOTO/Ardiansyah/pras.
Perajin menyelesaikan pembuatan kain tapis khas Lampung di Tejo Sari, Metro Timur, Lampung, Jumat (2/10/2020). Pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Dela Tapis mengaku sempat berhenti produksi akibat adanya pandemi COVID-19, kini mulai bangkit kembali dan sudah mulai menerima pesanan dari beberapa daerah di luar Lampung melalui daring.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
8/10/2020, 19.08 WIB

Omnibus law UU Cipta Kerja memberi kemudahan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mendaftarkan usahanya, termasuk membentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain dukungan pemerintah, kolaborasi antara korporasi besar dan UMKM dinilai akan memberi dampak ekonomi yang lebih besar.

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai perlu kerja sama antara korporasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mengurangi kesenjangan.

"Dalam omnibus law harus ada yang diperhatikan, maka perlu insentif yang diarahkan ke perusahaan besar dan UMKM yang mau bersatu," kata Aviliani dalam Forum Dialog dan Selebrasi 82 Tahun Sinar Mas yang digelar secara virtual, Kamis (8/10).

Menurutnya, perusahaan besar perlu mendorong UMKM untuk masuk ke dalam rantai pasok. Tanpa hal tersebut, ketimpangan dapat terjadi antara pengusaha besar dan pengusaha mikro serta antar penduduk.

Saat ini, UMKM memberikan sumbangan hampir 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Permasalahannya, sebanyak 60% dari total UMKM fokus pada sektor perdagangan.

Padahal, UMKM yang bergerak di sektor perdagangan juga menghadapi tantangan penurunan margin di tengah era digital. Selain itu, penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19 juga mengikis omzet mereka. "Ini yang membuat negara kita sulit naik kelas," ujar dia.

Oleh karenanya, ia menilai omnibus law perlu memberikan insentif bagi perusahaan yang mau mendamping UMKM untuk naik kelas. Tidak hanya perusahaan, insentif juga perlu diberikan kepada UMKM yang tertarik untuk bekerja sama.

Aviliani mengatakan, kolaborasi antara perusahaan besar dan UMKM masih berjumlah sedikit di Indonesia, sekitar 2-5%. Padahal, tanpa pendampingan secara berkesinambungan, UMKM akan mengalami penurunan kualitas.

Adapun, upaya kolaborasi perusahaan besar dengan UMKM telah dilakukan oleh Sinar Mas. Aviliani mengatakan, PT Wira Karya Sakti, anak perusahaan Sinar Mas, merupakan contoh UMKM yang telah naik kelas.

Dengan kolaborasi, UMKM pertanian tersebut telah menjadi perusahaan yang turut menyumbangkan pajak kepada negara. Di sisi lain, Sinar Mas dapat membeli pupuk dari anak perusahaannya.

Ia juga mencatat, pendapatan pelaku usaha meningkat dari Rp 1 juta menjadi Rp 10 juta per bulan. Hal ini dapat terjadi karena ada pendampingan dari perusahaan.

Aviliani memperhitungkan, bila 50% UMKM lainnya dibantu oleh perusahan besar, ketimpangan penduduk dapat menurun hingga 70%. "Selebihnya, ketimpangan yang harus ditangani pemerintah tinggal 30%," katanya.

Sinar Mas Board Member Franky O. Widjaja mengatakan, kerja sama antar perusahaan besar dan UMKM banyak dilakukan di Tiongkok. Dengan langkah tersebut, Tiongkok berhasil menurunkan tingkat kemiskinan hingga 600 juta orang.

Ia pun mengatakan, hal yang harus dilakukan perusahaan ialah mendorong UMKM untuk masuk dalam rantai pasok global. "Ada sisi permintaan, ada pendampingan, dan good agriculture practice. Ini jadi kesatuan," ujar dia.

Selain itu, UMKM sektor pertanian perlu didorong untuk menggunakan teknologi berbasis agrikultur.

Saat ini, perseroan berencana untuk bekerja sama dengan Tiongkok di bidang teknologi berbasis agrikultur. Selain itu, pihaknya ingin bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membangun pusat pelatihan dengan perusahaan lainnya.

Reporter: Rizky Alika