Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan industri minyak kelapa sawit mentah atau CPO bagaikan dua sisi mata pisau. Dari segi ekonomi, sektor ini memberikan manfaat dan keuntungan bagi negara yang cukup besar. Namun di sisi lain,ada dampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hutan, termasuk flora dan fauna di dalamnya.
Industri sawit sepanjang tahun lalu telah menghasilkan devisa sebesar US$ 25,6 miliar atau sekitar Rp 358,4 triliun. Proyeksi angkanya akan terus meningkat seiring luasnya produktivitas lahan, dengan jumlah tenaga kerja mencapai 16,2 juta orang.
"Kami paham sektor ini membawa dampak baik bagi perekonomian dan kesejahteraan petani. Tapi di sisi lain membawa dampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hayati hutan," ujar Moeldoko dalam Webinar Nasional Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan, Rabu (10/2).
Dinamika dan tantangan yang terjadi di sektor sawit akan terus ada dan semakin menguat apabila petani dan para pengusaha tidak memperbaiki tata kelolnya. Masalah lingkungannya tersebut telah menjadi pembahasan internasional.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia. Dalam aturan itu, usaha perkebunan kelapa sawit wajib dilakukan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Prinsip pelaksanaan ISPO adalah kepatuhan terhadap perundang-undangan, penerapan praktik yang baik, pengelolaan lingkungan hidup sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Kemudian tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta penerapan transparansi dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Dari prinsip pelaksanaan itu semua, masih ada tiga hal perlu mendapat perhatian dan dikuatkan secara bersama-sama. Pertama adalah pengelolaan aspek lingkungan hidup, sumber daya alam dan keanekaragaman hayati.
Menurut dia aspek ini selalu gagal dipahami oleh pengusaha dan petani kelapa sawit karena tidak adanya pengetahuan dan kurangnya alokasi dana khusus. "Mohon ini menjadi perhatian karena ini salah satu senjata kita untuk menghadapi tantangan internasional," ujarnya.
Kedua, pengelolaan dan tanggung jawab ketenagakerjaan. Ketiga, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Moeldoko menyebut ISPO merupakan fokus dan perhatian besar Presiden Joko Widodo terhadap keberlanjutan perkebunan kelapa sawit. Untuk itu, Perpres tersebut harus dipahami sebagai alat kontrol Presiden terhadap isu kelapa sawit, sekaligus cara perlindungan lingkungan dan petani kecil.
Pemerintah juga telah mengajukan gugatan kepada Eropa melalui Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO atas diskriminasi Eropa terhadap sawit Indonesia.
Pekan lalu Jokowi bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin untuk melawan kampanye hitam anti kelapa sawit di Eropa. Kedua negara merupakan penghasil minyak sawit mentah atau CPO terbesar di dunia saat ini. “Secara regional, kita mendapat dukungan juga, bersama Malaysia," ucapnya.
Strategi Baru Lawan Kampanye Hitam Sawit
Pemerintah akan mengubah strategi dalam melawan kampanye hitam minyak kelapa di pasar global, terutama oleh negara-negara Uni Eropa. Strategi tersebut yaitu dengan memaparkan kekurangan dari minyak nabati lainnya.
Direktur Utama Badan pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKS) Eddy Abdurrachman mengatakan bahwa selama ini strategi Indonesia melawan kampanye sawit hanya bersifat defensif. “Kami akan permasalahkan juga minyak nabati lain di Eropa, misalnya rapeseed,” kata Eddy dalam diskusi yang diselenggaran PWI secara virtual, Sabtu lalu.
Eddy menyebut selama ini strategi Indonesia melawan kampanye hitam sawit hanya fokus pada peran kelapa sawit terhadap ekonomi dan tingginya produktivitas komoditas ini dibandingkan minyak nabati lain.
“(Mereka mengatakan) sawit merusak biodiversity, kami juga akan mempermasalahkan bagaimana rapeseed di Eropa yang permanfaatan pupuknya berdampak pada biodiversity laut,” ujar dia.