Pemerintah telah memutuskan impor beras sebanyak 1 juta ton. Namun, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengaku tidak mengetahui keputusan itu lantaran tidak dibahas dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas).
Sebagai informasi, kebijakan impor produk pangan seharusnya diputuskan dalam rakortas yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rakortas tersebut turut mengundang kementerian dan lembaga terkait perdagangan dan pangan.
Sementara, rakortas terakhir yang digelar antar kementerian lembaga hanya membahas prediksi cuaca dan kemungkinan kelangkaan pasokan pangan. Tidak ada keputusan impor beras.
"Hanya kebijakan dari Pak Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan. Pada akhirnya, kami diberi penugasan tiba-tiba untuk laksanakan impor," kata pria yang biasa disapa Buwas itu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/3).
Menurutnya, pemerintah telah memberikan penugasan impor sebanyak 1 juta ton pada Bulog. Rinciannya, 500 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah dan 500 ribu ton untuk beras komersial Bulog yang bisa diperdagangkan secara bebas.
Rencana impor beras menjelang panen raya seharusnya dihindari. "Ini baru diumumkan (impor) saja, sekarang dampaknya harga di petani drop," katanya.
Apalagi, Bulog masih memiliki beras sisa impor 2018 yang telah mengalami turun mutu akibat disimpan terlalu lama. Untuk itu, Bulog telah meminta bantuan kepada Kementerian Perindustrian untuk menyerap beras sisa impor tersebut.
Adapun, data BPS memproyeksikan adanya surplus beras untuk periode Januari-April 2021. Bulog pun akan memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri serta tidak akan mengimpor beras.
Perkiraan Buwas, Bulog akan menyerap minimal sebanyak 500 ribu ton hingga Mei mendatang. Adapun, saat ini cadangan beras pemerintah mencapai 885 ribu ton dari idealnya 1 juta ton.
Ia mengatakan, penugasan kepada Bulog harus dilakukan secara adil. Sebab, Bulog tidak bisa menyalurkan beras di gudang tanpa penugasan dari pemerintah.
Saat ini penyaluran beras Bulog berkurang karena pemerintah telah menggantikan program Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). "Bulog kehilangan pasarnya satu tahun mencapai 2,6 juta ton. Ini terhenti sehingga bermasalah sampai sekarang sehingga beras eks impor itu tersisa," kata Buwas.
Senada dengan Buwas, Kepala BPS Suhariyanto juga mengaku tidak diajak membahas rencana impor beras. "Jadi saya kaget, Pak Buwas juga kaget," katanya dalam forum yang sama.
Dalam rapat itu, ia sempat menyinggung potensi cuaca buruk yang bisa berdampak pada penurunan produksi. Namun, potensi puso tidak seburuk yang diperkirakan.
Selain itu, harga beras sangat stabil selama dua tahun terakhir. Oleh karenanya, Suhariyanto menilai impor beras belum diperlukan.
Di pihak lain, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini, kebijakan impor beras 1 juta ton di 2021 tidak akan menghancurkan harga gabah di tingkat petani. Selain itu, izin impor yang telah dikeluarkan itu belum tentu direalisasikan.
Impor akan tetap dilakukan sesuai kebutuhan. "Bukan berarti kita setujui satu jumlah untuk impor, lalu serta merta harus impor segitu, tidak," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual, Senin (15/3).
Menurut dia, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga. "(Impor) ini bagian dari strategi memastikan harga stabil. Percayalah tidak ada niat pemerintah untuk hancurkan harga petani terutama saat sedang panen raya," katanya.
Lutfi mengakui bahwa berdasarkan data BPS, produksi beras nasional naik tipis 0,07% menjadi mencapai 31,63 juta di 2020. Kenaikan produksi pun diperkirakan berlanjut di 2021. Potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 diperkirakan mencapai 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84% dibandingkan produksi pada periode sama di 2020.
Kendati demikian, kata Lutfi, angka produksi tahun ini masih bersifat ramalan. Artinya masih ada kemungkinan naik atau turun, terlebih dengan curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah.
Oleh sebab itu, pemerintah memerlukan iron stock atau cadangan untuk memastikan pasokan terus terjaga. Penambahan cadangan beras ini yang rencananya akan dipenuhi melalui impor.
Menurut dia, sebagai cadangan, beras impor tersebut tak akan digelontorkan ke pasar saat periode panen raya, melainkan ketika ada kebutuhan mendesak seperti bansos ataupun operasi pasar untuk stabilisasi harga.
"Kalau pun misalnya angka ramalannya memang bagus, tapi harga naik terus, itu kan mengharuskan intervensi dari pemerintah untuk memastikan harga itu stabil," kata Lutfi.