Menteri Teten Dorong Petani Sawit Bentuk Koperasi

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/rwa.
Pekerja menimbang tandan buah segar sawit di Kelurahan Purnama Dumai, Riau, Rabu (3/2/2021). Untuk memperoleh akses pasar dan pembiayaan yang lebih baik, Menteri Teten menganjurkan petani sawit membentuk koperasi.
28/4/2021, 11.19 WIB

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, luasnya lahan perkebunan sawit bukan lagi satu-satunya kunci untuk menjadi pemain utama dalam industri sawit dunia. Ia mengatakan, manajeman lahan, manajemen sumber daya alam (SDA), manajemen inovasi, serta teknologi dan manajemen pasar jauh lebih menentukan.

“Sebagaimana kita ketahui, komoditas sawit memiliki peran penting dalam perekonomian perkebunan dan pertanian kita. Kita dengar ekspor komoditas sawit di tahun 2020 mencapai US$ 22,97 miliar atau setara dengan Rp 321,5 triliun angka ini terus naik 13,6% dibandingkan tahun 2019," kata Teten dalam Webinar Kemitraan UMKM Sawit, Selasa (27/4).

Ia memaparkan tiga kunci utama agar UMKM berbasis sawit bisa tumbuh. Pertama, para petaninya harus terkonsolidasi. Bukan lagi petani perorangan, melainkan konsolidasi melalui koperasi. “Yang terkonsolidasi bukan hanya petaninya saja, tapi juga lahan-lahannya,” kata Teten.

Kedua, yakni terjalinnya kemitraan yang baik. Salah satu indikatornya adalah terfasilitasinya koperasi masuk ke dalam rantai nilai global. Dalam hal ini, tentunya koperasi sawit terhubung dengan pembeli dan market.

Simak Databoks berikut: 

Kemudian yang ketiga, yakni adanya inovasi hilirisasi produk agar memiliki nilai tambah. Ia mengatakan, di banyak negara, koperasi-koperasi di sektor pangan selalu memiliki teknologi pengolahan dan memiliki unit pengolahan. Hal ini bertujuan agar mereka bisa menjual produknya dengan nilai tambah.

“Sehingga pengolahan itu menjadi yang sangat penting untuk dimiliki koperasi-koperasi di sektor pangan,” kata dia.

Selain itu, Teten menyebut bahwa tahun ini, Kementerian Koperasi dan UKM memiliki prioritas untuk melahirkan 100 koperasi modern. “Kami terbuka untuk bersinergi melahirkan koperasi sawit yang modern dan mendunia,” katanya.

Ia mengatakan, nantinya koperasi tani yang dibentuk itu akan menjadi korporatisasi petani yang berbasis pada petani-petani perorangan dan berlahan sempit. Di samping itu, ada beberapa hal yang sudah pemerintah lakukan untuk mendorong korporatisasi petani. Pertama, melalui undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2021.

“Sekarang ini pendirian koperasi lebih mudah, cukup 9 orang. Walaupun dibandingkan rata-rata dunia pembentukan koperasi bisa dilakukan oleh 5 orang. Namun, ini jauh lebih mudah karena sebelumnya di Indonesia harus 20 orang,” kata dia.

Kemudian perizinan usaha menjadi lebih mudah melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang meliputi perizinan berusaha, SNI, serta sertifikasi produk. Dan sebagaimana arahan Presiden baru-baru ini, plafon KUR juga akan meningkat dari sebelumnya Rp 500 juta sekarang bisa mencapai Rp 20 miliar dengan bunga yang rendah.

"Saat ini, Kemenko Perekonomian bersama kami sedang menyelesaikan konsep kebijakannya. Artinya apa? Keterbatasan pembiayaan untuk mendukung hilirisasi sawit selama ini dapat teratasi dengan KUR yang baru," kata Teten.

Lebih lanjut, ia mengatakan ada Lembaga Pengelola Dana Bergulir atau LPDB-KUMKM untuk melengkapi pembiayaan dari Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebelumnya.

"Pasar energi terbarukan dan konsumsi produk ramah lingkungan juga terus membesar, baik di dalam maupun luar negeri. Ini peluang untuk melahirkan produk-produk sawit unggulan," ujarnya.

Teten mengatakan, bahwa Kemenkop UKM bersedia untuk berkolaborasi dan bekerja sama untuk mendorong tumbuhnya koperasi petani sawit untuk menjadi bagian dari gerakan pemulihan ekonomi nasional.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi