Lewati Periode Buruk, PMI Manufaktur Indonesia Kembali Naik di Agustus

ANTARA FOTO/ALOYSIUS JAROT NUGROHO
Pekerja merakit mesin mobil di Pabrik Mobil Esemka, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019). Pada tahapan pertama pabrik mobil Esemka PT Solo Manufaktur Kreasi telah menyerap tenaga kerja sebanyak 300 pekerja lulusan SMK hingga D3.
Penulis: Maesaroh
1/9/2021, 08.18 WIB

Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 43,7 di bulan Agustus. Angka ini belum mencerminkan level ekspansif tetapi setidaknya sudah menunjukan perbaikan dibandingkan pada bulan Juli yakni 40,1.

 Tahap ekspansif sektor manufaktur ditandai oleh angka PMI yang berada di atas 50. Data di bulan Agustus juga menunjukan PMI Indonesia mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut. 

IHS Markit dalam laporannya mengatakan penambahan kasus Covid-19 di Agustus telah membebani sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut.  Jumlah kasus memang semakin turun menjelang akhir Agustus dan ini turut andil dalam perbaikan permintaan.
"Namun, perusahaan manufaktur tetap waspada. Gangguan produksi membuat penumpukan pekerjaan dan menyebabkan tekanan harga pada bulan Agustus," tulis IHS Markit.

Manufaktur Indonesia masih menunjukan penurunan di bulan Agustus baik sisi produksi maupun permintaan. Namun, penurunannya lebih kecil dibandigkan yang tercatat pada bulan Juli.
"Gelombang COVID-19 menunjukkan kasus harian yang tetap meningkat menurut standar historisnya, namun tampak membaik setelah mencapai puncaknya di Juli," tutur IHS Markit.

Dalam catatan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, tambahan kasus harian mencapai puncaknya pada 15 Juli 2021 yakni sebanyak 56.757 kasus.

IHS Markit menambahkan aktivitas pembelian barang yang dilakukan perusahaan juga menurun sejalan dengan melemahnya permintan selama dua bulan terakhir. Kendati demikian, levelnya sudah lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada Juli.
"Pada saat bersamaan, inventaris pra-produksi pabrik menurun selama empat bulan berturut-turut. Penundaan pengiriman juga masih terjadi pada bulan Agustus disebabkan pandemi Covid-19,"kata IHS Markit.

Dalam catatan IHS Markit, penundaan waktu pemenuhan pesanan di bulan Agustus tidak separah yang tercatat di Juli. Namun, penundaan masih tetap terjadi. 
"Beberapa perusahaan manufaktur melaporkan kesulitan dalam pengiriman produk, menyebabkan kenaikan marginal pada stok barang jadi pada bulan Agustus," tuturnya.

 IHS Markit mencatat meskipun penurunan permintaan dan produksi relatif lebih kecil di bulan Agustus dibandingkan di bulan Juli tetapi sentimen di antara perusahaan manufaktur Indonesia tetap terjadi. Kendati demikian, tingkat kepercayaan bisnis terkait produksi untuk 12 bulan mendatang berada di atas rata-rata survei. Kondisi ini menunjukan adanya harapan perusahaan bahwa situasi Covid-19 akan membaik dan memperlancar permintaan yang tertunda di sektor manufaktur.

PMI Indonesia sempat berada di bawah level 50 sepanjang Maret 2020 hingga Oktober 2020, kecuali pada bulan Agustus 2020 di mana PMI sempat menyentuh level 50,8. PMI Indonesia bahkan menyentuh level terendah sepanjang sejarah pada April 2020 dengan angka hanya mencapai 27,50 poin.

Saat itu, kondisi perekonomian global dan nasional di bawah tekanan hebat, setelah pada 9 Maret Badan Organisasi Dunia (WHO) mengumumkan bahwa Covid-19 sudah menjadi pandemi.

Seiring perbaikan penanganan wabah Covid-19 dan pemulihan perekonomian global, PMI Indonesia terus membaik bahkan mencapai level 55,30 pada Mei 2021. Angka ini merupakan level tertinggi dalam sejarah Indonesia. PMI Indonesia turun ke level 53,50 di bulan Juni 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Delta.