Berkah Pelonggaran PPKM, Industri Alas Kaki Alami Peningkatan Produksi

ANTARA FOTO/Syaiful Arif/pras.
Seorang pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu di industri rumahan Surodinawan, Prajuritkulon, Kota Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (26/6/2020). Sejumlah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) alas kaki di Mojokerto yang sempat berhenti berproduksi akibat adanya pandemi COVID-19, kini mulai bangkit meski pesanan tidak sebanyak sebelumnya.
1/9/2021, 13.35 WIB

Berbeda dengan pasar domestik,  ekspor industri alas kaki justru merasa optimistis bisa tumbuh lebih dari 12,5% tahun ini karena demand yang juga masih tinggi sampai saat ini.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor alas kaki pada tahun 2020 mencapai US$ 4,80 miliar atau tumbuh 8,97% dibanding tahun sebelumnya US$ 4,40 miliar. Ekspor komoditas bernomor HS 64 tersebut mengon-tribusi 3,1% terhadap total ekspor nonmigas Indonesia. Nilai ekspor alas kaki nasional ditargetkan mencapai US$ 5,28 miliar atau setara Rp 76,22 triliun pada 2021, tumbuh 10%

 Industri alas kaki berharap tidak ada lagi penyekatan atau pembatasan terutama saat akhir tahun, karena momen natal dan tahun baru merupakan salah satu pasar terbesar bagi industri alas kaki dalam negeri. Selain itu, Firman juga mengandalkan kegiatan sekolah tatap muka yang sudah dimulai di beberapa daerah.

“Kemudian sekolah tatap muka juga kita harapkan dapat menggairahkan kembali industri sepatu dalam negeri,” ujar dia.

Sebagaimana diketahui, pemerintah memberikan kelonggaran berupa izin operasi bagi perusahaan orientasi ekspor dan domestik dengan kapasitas 100% dengan jadwal kerja dua kali.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, industri tersebut juga harus memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI), rekomendasi Kementerian Perindustrian, serta menggunakan QR Code Peduli Lindungi.

 "Sektor kritikal akan diwajibkan menggunakan QR Code Peduli Lindungi mulai 7 September," kata Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (30/8).

Dalam aturan PPKM sebelumnya, perusahaan orientasi ekspor masuk dalam sektor esensial. Di mana mereka bisa beroperasi dengan bukti Pemberitahuan Ekspor Barang dan dibatasi 50% staf pada pelayanan serta 25% untuk pendukung administrasi perkantoran.

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi