Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan industri garmen dapat tumbuh di level 10,44% pada paruh pertama 2022. Pertumbuhan itu didorong dari lonjakan permintaan pada Ramadan 2022.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh mencatat volume produksi industri pakaian jadi dapat tumbuh 10,44% secara tahunan pada kuartal I-2022. Namun demikian, Elis menilai volume permintaan industri pakaian jadi pada Ramadan 2022 baru sekitar 70% - 75% dari masa pra-pandemi Covid-19.
"(Selain itu, prognosis ini) mengabaikan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). kalau ternyata PPKM level 3 (diterapkan saat pada kuartal I-2022), mungkin isa jadi lebih rendah lagi (dibandingkan performa Ramadhan 2019)," kata Elis kepada Katadata, Jumat (18/2).
Pada kuartal II-2022, Elis meramalkan pertumbuhan volume produksi industri garmen melambat menjadi 10,15% secara tahunan. Pada semester II-2022, pertumbuhan industri garmen terus melandai hingga ke titik 0,16% pada kuartal IV-2022.
Namun demikian, performa industri garmen sepanjang 2022 akan berada di zona hijau pertama kalinya selama pandemi atau tumbuh 5,84% secara tahunan. Adapun, industri garmen nasional pada 2020 anjlok sebesar 8,89%, sedangkan pada 2021 turun 3,31%.
Pertumbuhan industri garmen terbesar sejak 2017 terjadi pada 2019, yaitu sebesar 19,48% secara tahunan. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan industri minuman sebesar 19,09% pada tahun yang sama.
Di samping itu, industri tekstil atau industri bahan bahan baku garmen diproyeksi tumbuh berfluktuasi. Pertumbuhan terbesar industri tekstil terbesar akan terjadi pada kuartal III-2022 sebesar 5,88% secara tahunan, sedangkan terendah adalah pada kuartal IV-2022 yang susut 1,02%.
Elis mengatakan pertumbuhan industri tekstil akan tinggi sejak Juli 2022 untuk memenuhi permintaan industri garmen dalam menghadapi pasar Ramdhan 2023. Sebagai informasi, masing-masing rantai pasok setidaknya membutuhkan waktu 3-4 bulan untuk memenuhi permintaan konsumennya masing-masing.
Bulan Ramadan pada 2023 dan 2024 akan berada di kuartal I masing-masing tahun. Dengan demikian, industri garmen akan memiliki dua lonjakan permintaan pada 2023.
"Semoga daya beli dan pandemi telah usai (pada 2023), dan ekonomi sudah benar-benar pulih," kata Elis.
Sebelumnya, Elis mendata rata-rata utilisasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sepanjang 2021 adalah 60%. Namun demikian, pada akhir 2021 telah menyentuh level 75% untuk industri hulu dan antara, sedangkan utilisasi industri garmen di posisi 85%.
"Rata-rata (utilisasi 2021) 60% karena pada awal kuartal III-2021, Pulau Jawa dan Bali PPKM level 3 dan 4. Hanya (industri TPT) berorientasi ekspor yang bisa produksi, itu pun hanya 50% (dari total kapasitas terpasang), untuk orientasi domestik sama sekali tidak bisa berproduksi," kata Elis.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mencatat realisasi pertumbuhan produksi industri tekstil masih bergerak di zona merah pada kuartal II-2021 dan kuartal III-2021 secara tahunan. Namun demikian, perbaikan permintaan pada kuartal IV-2021 membuat produksi tekstil sepanjang 2021 lebih baik dibandingkan capaian 2020.
Redma menilai perbaikan permintaan pada kuartal IV-2021 akan berlanjut pada tahun ini. Menurutnya, permintaan bisa naik hingga 40% pada kondisi normal, namun dengan kondisi saat ini permintaan tekstil pada semester I-2022 hanya dapat naik sebesar 15% secara tahunan.