Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan ada lima provinsi yang belum pernah mendapatkan pasokan minyak goreng curah. Lima wilayah tersebut yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menyatakan masyarakat di lima provinsi tersebut lebih memilih minyak goreng kemasan. Selain itu, biaya distribusi minyak goreng curah ke lima provinsi itu sangat tinggi.
GIMNI telah bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan untuk mendistribusikan minyak goreng curah di lima provinsi tersebut. "Ada Tol Laut. Akan mulai dikirim, sekitar minggu kedua April 2022 sudah sampai di sana. Tapi, harus diperhatikan, itu bukan minyak jelantah," kata Sahat dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi IV DPR, Rabu (29/3).
Untuk menekan biaya logistik, Sahat menyarankan pemerintah memfasilitasi pembangunan fasilitas pengemasan minyak goreng curah di kelima provinsi tersebut. Fasilitas pengemasan tersebut harus memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) guna mencegah adanya pengemasan minyak jelantah dan dijual sebagai migor curah.
Dengan demikian, pabrikan dapat mengirim migor curah dengan bentuk bulk. Alhasil, biaya pengiriman dinilai akan lebih terjangkau bagi pabrikan.
Biaya pengiriman yang lebih terjangkau penting untuk menjaga harga minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 14 ribu per liter atau Rp 15.500 per Kg dipenuhi di pasar tradisional. Untuk itu, harga minyak goreng yang diterima pedagang pasar tidak lebih dari Rp 13 ribu per liter atau Rp 14.389 per kilogram (Kg).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mewajibkan 81 pabrikan minyak goreng curah untuk masuk ke dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Hal ini penting untuk menjaga ketersediaan minyak goreng curah yang sesuai dengan harga subsidi di pasar.
Total volume yang wajib disalurkan oleh 81 pabrikan minyak goreng curah adalah 14 ribu ton per hari. Pabrikan yang tidak mendaftarkan dirinya ke dalam SIINas akan mendapatkan sanksi. Menurutnya, hal ini penting agar pemerintah dapat menentukan volume dan wilayah penyaluran setiap pabrikan untuk menjaga ketersediaan minyak goreng curah di pasar.
Arahan Kemenperin ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dalam aturan itu, pabrikan minyak goreng curah wajib mendaftarkan dirinya ke dalam SIINas dan melengkapi informasi terkait volume bahan baku, volume produksi, jalur distribusi. Setelah itu, Kemenperin akan memverifikasi data itu dan menerbitkan nomor registrasi selambatnya tiga hari sejak pendaftaran.
Kelangkaan minyak goreng sawit membuat beberapa masyarakat mencari alternatif minyak lainnya. Hasil survei Jakpat menunjukkan minyak kelapa menjadi substitusi utama minyak goreng sawit.