Efek Pandemi, Ekspor Industri Hasil Hutan Cetak Rekor di 2021

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/YU
Tamu undangan melihat-lihat produk furniture yang dipamerkan pada acara "Trade, Industry, and Investment Working Group (TIIWG) Presidensi G20 di Hotel Alila, Solo, Jawa Tengah, Rabu (30/3/2022).
7/4/2022, 15.49 WIB

Sobur mengatakan, setidaknya akan ada dua penghambat laju pertumbuhan nilai ekspor pada 2022. Pertama, pasokan bahan baku ke industri, seperti kayu dan rotan. 

Sejauh ini, tantangan dalam penyediaan bahan baku kayu disebabkan oleh sertifikat Forest Stewardship Council (FSC) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Asosiasi menilai pelaku industri furnitur sulit memenuhi kayu dengan kedua sertifikat itu karena memiliki biaya yang tinggi, sedangkan mayoritas pelaku industri furnitur masih berskala industri kecil dan menengah (IKM). 

Pelaku industri mebel dan kerajinan dilaporkan masih sulit mendapatkan bahan baku rotan. Hal itu disebabkan oleh minimnya pasokan rotan, khususnya rotan Manau, serta jarak antara lokasi produksi rotan dan industri yang jauh. 

"Sehingga para pelaku industri mebel dan kerajinan orientasi ekspor tidak berani menerima order dari buyer, padahal permintaan riilnya cukup besar," ujar Sobur. 

HIMKI mendata nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan konsisten stagnan cenderung menurun pada 2008-2020. Pada 2020, nilai ekspor mebel dan kerajinan rotan susut 1,63% menjadi US$ 181 juta dari capaian tahun sebelumnya senilai US$ 184 juta. 

Kedua, harga kontainer yang terus tumbuh sejak medio 2020. Harga kargo tertinggi adalah pengapalan menuju Amerika Serikat dengan kargo ukuran 40 feet per November 2021 mencapai US$ 22 ribu per kargo atau naik 1.000% secara tahunan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor kerajinan ukiran kayu terbesar Indonesia.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief