Enam Ormas Ancam Gugat Jokowi hingga Mendag Terkait Minyak Goreng

ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/hp.
Warga antre minyak goreng curah yang didistribusikan pada gelaran pasar murah di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (21/4/2022).
22/4/2022, 13.53 WIB

Enam organisasi masyarakat sipil memberikan somasi kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Somasi tersebut dilayangkan dengan tuduhan pemerintah tidak menjalankan kewajibannya terkait menjaga pasokan dan harga minyak goreng di dalam negeri. 

Organisasi tersebut adalah Sawit Watch, Perkumpulan Hukum dan Masyarakat (HuMa), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), ELSAM, Greenpeace Indonesia, PILNet

Perwakilan Public Interest Lawyer Network (PILNet) Judianto Simanjuntak mengatakan pihaknya menuntut pemerintah agar bisa mengendalikan harga minyak goreng dengan cepat. Judianto mengatakan, banyak masyarakat yang sudah menderita akibat tingginya harga minyak goreng. 

"Jika dalam waktu 14 hari tidak ada jawaban, kami akan melakukan langkah-langkah hukum berikutnya," kata Judianto di Kementerian Perdagangan, Jumat (22/4). 

 Selain itu, Judianto mengatakan berencana mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada empat pejabat tinggi negara tersebut jika keberatan tidak dipenuhi. Adapun, gugatan akan dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

Sebagai informasi, keenam organisasi masyarakat sipil tersebut memberikan sembilan tuntutan. Dua tuntutan diantaranya adalah penanggulangan atas kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng, serta keseriusan dalam upaya pencegahan kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yang akan datang. 

Deputi Direktur Advokasi Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM) Andi Muttaqien mengatakan empat pejabat tinggi yang telah disomasi mungkin merasa sudah melakukan dua tuntutan umum tersebut. Namun demikian, harga minyak goreng di lapangan masih tinggi. 

Oleh karena itu, salah satu tuntutan pihaknya adalah kembali mengenakan harga eceran tertinggi (HET) pada minyak goreng kemasan. Saat ini, HET hanya dikenakan pada minyak goreng curah. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 11-2022, HET minyak goreng curah naik menjadi Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 pr Kg. Sementara HET minyak goreng kemasan dicabut dan dilepaskan ke mekanisme pasar. 

"Begitu ini (HET) dinaikkan (dan) subsidi ke minyak curah, minyak curah hilang di pasar. Tapi, (minyak goreng) yang bermerek melimpah begitu HET dicabut," kata Muttaqien.

 Muttaqien juga mendorong agar aparat berwajib menindak lebih banyak eksportir CPO nakal. Sebab, ada lebih dari tiga perusahaan yang mengajukan ekspor. 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan 126 Perizinan Ekspor (PE) kepada 54 eksportir minyak sawit mentah (CPO) pada 14 Februari - 8 Maret 2022. Ekspor CPO yang telah diizinkan sebanyak 2,77 juta ton. 

Deputi Direktur Sawit Watch Achmad Surambo berharap agar aparat berwajib membuka modus dugaan korupsi penerbitan PR CPO. Di sisi lain, Surambo menilai akar dari permasalahan pasokan dan harga minyak goreng ada di perkebunan sawit. Oleh karena itu, penanganan kasus dugaan korupsi tersebut harus dari hulu sampai hilir. 

Cabut HGU

Di tempat terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi, Boyamin Saiman, meminta pemerintah untuk mencabut Hak Guna Usaha perusahaan minyak sawit mentah (CPO) yang menolak menyalurkan program minyak goreng curah bersubsidi. Dia mengatakan, seluas 9 juta hektar kebun sawit yang dikelola swasta sebenarnya adalah milik negara. Sebab, kebun itu berasal dari alih fungsi hutan atau pembebasan lahan atas ijin pemerintah.

"Jadi semestinya para pengusaha harus taat dan patuh aturan dalam menjalankan bisnisnya, serta tidak ada tempat untuk main ancam program pemerintah dalamrogram subsidi minyak goreng," kata Boyamin dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4).

 Selain itu, Boyamin mengatakan, pemerintah harus  bersikap tegas dengan mencabut izin ekspor pengusaha CPO yang melanggar aturan. Dia mengatakan, pemerintah telah memberikan fasilitas ekspor kepada pengusaha CPO sehingga mereka telah memperoleh keuntungan triliunan sejak puluhan tahun yang lalu.

"Namun, justru saat rakyat kesusahan akibat ulah nakal, mereka malah mengancam boikot program pemerintah," kata Bonyamin dalam keterangan tertulis, Jumat (22/4).

Indonesia merupakan produsen terbesar CPO terbesar di dunia. Maka itu, tak heran banyak orang terkaya di Indonesia yang berasal dari sektor ini.

Reporter: Andi M. Arief