Petani Sawit Merugi Imbas Larangan Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng

ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom.
Pekerja mengontrol kualitas kemasan minyak goreng di dalam pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) PT Berkah Sumber Emas Terang disela pantauan Tim Satgas Pangan Polda Jawa Tengah dan Forkopimda Kota Semarang di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (29/3/2022).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
25/4/2022, 16.25 WIB

Larangan ekspor minyak sawit mentah atau atau crude palm oil/ CPO membuat petani sawit mengalami kerugian imbas anjloknya harga tandan buah segar (TBS). Harga TBS dari bahan baku minyak goreng anjlok hingga 50% setelah pemerintah memutuskan melarang ekspor CPO. 

Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta agar pemerintah menerbitkan aturan turunan yang dapat menjaga harga TBS seiring larangan ekspor bahan baku ekspor minyak goreng berjalan. Ketua Umum SPI Henry Saragih mencatat harga TBS di Riau dan Sumatra Utara anjlok 30% - 50% menjadi Rp 1.700 - Rp 2.000 per kilogram (Kg) pada hari ini.

Dia mengatakan harus ada aturan yang mendukung perkebunan sawit rakyat dengan adanya kepastian harga TBS. “Perkebunan sawit harus diurus oleh rakyat, didukung oleh pemerintah dan BUMN, bukan oleh korporasi,” kata Henry dalam keterangan resmi, Senin (25/4).

Harga TBS kelapa sawit hasil kebun rakyat yang turun ini pun membuat rugi para pengepul. Harga TBS di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat turun sebesar Rp 800 per kilogram dari Rp 3.110 menjadi Rp 2.310 per kilogram pada Minggu (24/4) malam.

"Akibat turunnya harga TBS kelapa sawit, kami pedagang jadi rugi karena membeli sebelum pengumuman penurunan harga di saat harga beli ke petani masih tinggi," kata pengumpul kelapa sawit (RAM TBS) hasil perkebunan rakyat, Arif di Padang Aro, Senin, dikutip dari Antara.

Ia mengalami kerugian sekitar Rp 8 juta atau 10 ton kelapa sawit yang dibeli pada Minggu, sedangkan menjualnya ke pabrik pada Senin pagi.

SPI memperkirakan larangan ekspor membuat produksi minyak sawit mentah bakal melebihi kapasitas produksi atau oversupply. Hal ini disebabkan belum ada mismatch antara pasokan masuk dan keluar di industri CPO nasional.

Henry mencatat proyeksi produksi CPO pada 2021 mencapai 46,89 juta ton, sedangkan konsumsi nasional hanya sekitar 16,29 juta ton. Artinya, pasar ekspor menyerap 30 juta ton atau 63,97% dari total produksi CPO nasional. "Larangan ekspor akan membuat banjir produksi CPO di dalam negeri," kata Henry.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melarang ekspor bahan baku minyak goreng, yang akan berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan. Jokowi mengatakan, tingginya harga minyak goreng masih menjadi permasalahan hingga saat ini. Padahal, pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng curah hingga memberikan subsidi ke produsen minyak goreng.

Badan Pusat Statistik mencatat Tiongkok dan India merupakan pangsa pasar terbesar ekspor minyak sawit nasional. Ekspor CPO ke kedua negara tersebut mencapai 29% dari total nilai ekspor sawit Indonesia.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), nilai ekspor minyak sawit mentah mencapai US$ 35 miliar atau sekitar Rp 505 triliun pada 2021. Nilai ekspor ini meningkat 52,8% dibandingkan 2020 yang mencapai US$ 22,9 miliar. Berikut grafik Databoks: 

Reporter: Andi M. Arief