Pemerintah akan membangun pabrik pengolahan tandan buah segar (TBS) sawit menjadi minyak sawit mentah ( crude palm oil/CPO) dan sebagian produk turunan. Salah satu produk turunannya yakni minyak makan merah (M3) atau Red Palm Oil (RPO) atau disebut juga refined palm oil.
RPO ini merupakan produk CPO setelah disuling, tapi tanpa diproses lebih lanjut. Proses awal dengan menggiling daging sawit hingga mengeluarkan cairan yang merupakan gabungan antara air dan minyak. Proses ini menghasilkan CPO.
Selanjutnya, kandungan air dalam CPO itu dipisahkan dengan cara disuling dan mendapatkan RPO. Karena tidak diproses lebih lanjut, warna yang dihasilkan oleh RPO adalah merah cair, sehingga produknya dinamakan minyak makan merah.
"Jadi, sebenarnya tahapan ini masih bisa dibilang bisa dikerjakan skala koperasi atau masyarakat pada umumnya. Kalau lanjut ke tahapan berikutnya, baru tingkat tinggi teknologinya," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung kepada Katadata.co.id, Selasa (19/7).
Tahapan pembuatan RPO ini adalah satu tingkat sebelum minyak goreng curah. Dalam proses pembuatan minyak goreng curah dengan cara merefraksi RPO. Hasil refraksi dari RPO adalah refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein dan RBD palm stearin.
Secara umum, RBD palm olein adalah minyak goreng curah, sedangkan RBD palm stearin adalah bahan baku untuk membuat margarin, shortening, dan bahan makanan lainnya. Adapun, minyak goreng kemasan dan minyak goreng premium adalah hasil RBD palm olein yang telah disaring untuk mengurangi impuritas.
Berdasarkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), minyak makan merah (M3) dan minyak goreng memiliki kandungan lemak padat yang sama pada suhu 30 derajat celcius sebesar 0%. Perbedaan kandungan lemak padat terlihat saat M3 dan minyak goreng sawit disimpan dalam suhu rendah.
Pada suhu 10 derajat celcius, kandungan lemak padat pada M3 mencapai 49,1%, sedangkan minyak goreng sebanyak 41,08%. Selain itu, kadar air pada M3 mencapai 0,21%, sedangkan minyak goreng tidak memiliki air sama sekali.
Akan tetapi, PPKS mencatat setidaknya tujuh keunggulan dalam mengonsumsi M3, yakni mengurangi kolesterol, mengurangi potensi penyakit jantung, meningkatkan kesehatan otak, meningkatkan sistem imun, memperbesar status vitamin A, mengurangi stres oksidatif, dan meningkatkan kesehatan kulit dan rambut.
"M3 itu adalah sangat sehat. Kita selama ini memang terbiasa dengan minyak goreng yang bening, tapi mengubah kebiasaan itu tidak masalah karena memang ditinjau dari berbagai aspek kesehatan jauh lebih baik (mengonsumsi) M3," kata Gulat.
American Oil Chemist's Society mencatat M3 memiliki tiga komponen berguna lebih tinggi dari minyak goreng, yakni karoten, vitamin E, dan pitosterol. Karoten dalam M3 dinilai dapat menangani penyakit kekurangan vitamin A, vitamin E dapat merawat kulit dan rambut, sedangkan pitosterol dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop-UKM), Teten Masduki, mengatakan pembangunan pabrik M3 di perkebunan sawit merupakan solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit. Saat ini TBS sawit sulit dijual dan harganya rendah. Petani juga kerap tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO.
Dia mengatakan, hal ini juga menjadi solusi bagi distribusi minyak makan kepada masyarakat, karena luas lahan petani mandiri sebesar 41% lebih. "Karena minyak makan merah ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya tinggi, kandungan vitamin A-nya tinggi," ujar Teten.
Teten mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar pembangunan pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi ini dimulai pada Januari 2023. Teten menargetkan PPKS bisa menyelesaikan DED paling lambat pada Agustus 2022 mendatang. Apabila telah selesai, maka bisa langsung masuk ke tahap produksi dengan melibatkan BUMN maupun swasta.
Satu pabrik CPO dan RPO mini membutuhkan investasi sebesar Rp 23 miliar dengan return of investment (ROI) 4,3 tahun. Menurutnya, investasi tersebut untuk produksi sebanyak 10 ton minyak makan merah per hari.