Pungutan Ekspor CPO Dihapus Sementara, Harga TBS Sawit Merangkak Naik

Andi M. Arief
18 Juli 2022, 14:08
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendata harga tandan buah segar (TBS) merangkak naik hingga di atas Rp 1.000 per kg pada awal pekan ini. Kenaikan harga TBS tersebut didorong oleh kebijakan pemerintah terkait Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) sebesar 0% yang diterapkan pada 15 Juli - 31 Agustus.

Berdasarkan data Apkasindo, harga rata-rata TBS sawit dari kebun petani swadaya adalah Rp 1.084 pada 16 Juli 2022.  Sebelum kebijakan pungutan ekspor diumumkan, harga TBS sawit dari kebun petani swadaya masih senilai Rp 916 per Kg pada 14 Juli 2022.

Harga TBS sawit petani swadaya terendah ada di empat provinsi, yakni Sumatra Barat, Aceh, Kalimantan Timur, dan Gorontalo. Sementara itu, harga TBS sawit petani bermitra terendah adalah Rp 1.050 di Kalimantan Timur.

Ketua Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan bahwa kebijakan pungutan ekspor 0% dapat mendongkrak harga CPO. Menurut dia, percepatan ekspor sangat penting lantaran panen TBS sawit dengan volume tinggi diproyeksikan terjadi pada Agustus 2022. Artinya, ada potensi tidak terserapnya TBS sawit oleh PKS dengan kondisi fasilitas penyimpanan saat ini.

"Terlambat ambil keputusan (ekspor CPO) bisa berakibat fatal secara nasional dan investasi 6,72 juta hektar petani sawit akan berguguran massal. Kami level petani saja bisa berhitung dengan sedikit cermat," kata Gulat.

Namun demikian, Gulat menilai, kebijakan penghapusan PE CPO masih belum cukup. Menurut dia, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan kewajiban pasar domestik (DMO), kewajiban harga domestik (DPO), dan Flush-Out (FO) dengan mempertimbangkan penurunan harga CPO di pasar internasional selama 2 minggu terakhir.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), harga CPO di dalam negeri pernah menembus Rp 18.000 per Kg pada Juni 2022. Namun demikian, harga CPO terus melemah dan sempat lebih rendah dari Rp 7.000 per Kg pada awal Juli 2022.

Di samping itu, Gulat mendata stok CPO di dalam negeri pada akhir Juli 2022 telah mencapai 10,9 juta ton. Angka tersebut lebih besar tiga kali lipat dari cadangan CPO pada kondisi normal sebanyak 3 juta ton per bulan.

Jika DMO, DPO, dan FO tidak berlaku, biaya ekspor CPO yang harus dikeluarkan eksportir hanya senilai US$ 288 per ton sebagai bea keluar (BK). Dengan demikian, harga TBS sawit petani dapat dijual seharga Rp 3.980 per kg per hari ini, Senin (18/7).

Pungutan Ekspor 0%

Kementerian Keuangan menurunkan pungutan ekspor untuk produk kelapa sawit dan turunanya menjadi 0% yang berlaku hingga akhir Agustus. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat ekspor komoditas tersebut yang sempat terhambat saat kebijakan larangan ekspor bulan Mei lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut perubahan tarif tersebut sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 tahun 2022. Perubahan tarif ini berlaku sejak tanggal diundangkan 15 Juli hingga akhir bulan depan.

"Hingga 31 Agustus 2022, pungutan ekspor diturunkan menjadi 0 dolar kepada seluruh produk yang berhubungan dengan kelapa sawit," kata Sri Mulyani kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Sabtu (16/7).

Namun, insentif keringanan tarif tersebut akan dicabut mulai September. Tarif pungutan ekspor akan kembali menjadi progresif mengikuti harga mulai 1 September.

Artinya, jika harga produk kelapa sawitnya rendah, maka besaran tarifnya juga akan rendah. Sri Mulyani tidak merinci berapa pengenaan tarif progresif yang berlaku mulai September mendatang. Pemberlakuan tarif progresif setelah sebulan lebih diberikan tarif 0% bertujuan agar program dukungan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bisa kembali normal. 

"Ini  dengan tujuan bahwa kita melalui BPDPKS bisa mendapatkan pendanaan untuk kemudian memberikan program stabilitas harga seperti melalui biodiesel dan juga stabilitas harga minyak goreng," kata dia.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan total ekspor produk minyak sawit Indonesia pada April 2022 sebesar 2,01 juta ton. Jumlah itu lebih rendah dari ekspor April 2021 yang mencapai 2,63 juta ton.

Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...