Pemerintah optimistis produksi pangan memenuhi kebutuhan dalam negeri di tengah krisis pangan global. Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik atau Perum Bulog menyatakan Indonesia menyiapkan pasokan pangan domestik dari ancaman krisis sejak beberapa tahun silam.
Kepala Divisi Pengadaan Komoditi Perum Bulog Budi Cahyanto mengatakan salah satu kebijakan yang disiapkan pemerintah yakni menyediakan pasokan pupuk dan intensifikasi pangan yang berhasil meningkatkan produksi beras.
"Saya pikir beras itu kebutuhan paling mendasar dan pasokan beras cukup, bahkan dengan situasi iklim yang ada di Indonesia sekarang yang cenderung kemarau tapi basah," kata Budi dalam webinar "Tantangan Pangan Hadapi Krisis Global", Jumat (19/8).
Budi mengatakan stok beras yang dikelola Perum Bulog saat ini sudah melebihi batas aman atau sekitar 1,1 juta ton. Angka tersebut sesuai dengan anjuran pasokan beras oleh Universitas Gajah Mada, yakni sekitar 1 juta - 1,5 juta ton untuk jumlah populasi sebanyak 260 juta orang.
Perum Bulog optimistis dapat menjaga ketersediaan cadangan beras dan jagung setidaknya hingga 2024. Budi meramalkan produksi beras dan jagung di dalam negeri masih akan terus swasembada lantaran cuaca di dalam negeri akan cenderung basah selama dua tahun ke depan.
Di sisi lain, Budi menilai masyarakat tidak perlu khawatir terkait berkurangnya pasokan gandum dari Ukraina dan Rusia. Mayoritas gandum yang diimpor dari kedua negara tersebut ditujukan untuk pakan ternak, bukan untuk konsumsi manusia.
Peternak lokal mengimpor gandum beberapa tahun terakhir karena pasokan dan harga jagung di dalam negeri tidak kompetitif. Namun, mereka kini didorong menggunakan jagung lokal sebagai pakan ternak karena produksinya dapat diperoleh dari dalam negeri.
Dia menyatakan penyerapan jagung oleh peternak lokal dapat menekan biaya produksi sektor peternakan dan menjaga harga jagung di dalam negeri. Alhasil, jenis gandum yang diimpor pada masa depan hanya untuk manusia atau food grade.
Di samping itu, Budi mengatakan Perum Bulog berencana untuk mengurangi konsumsi gandum dengan membangun pabrik tepung berbahan baku sagu. Selain itu, Budi menilai naiknya harga gandum tidak akan menjadi masalah besar bagi masyarakat lantaran bukan sebagai konsumsi karbohidrat utama.
"Namun nanti konsumen yang akan menentukan, lebih memilih makan nasi atau gandum. Menurut saya, gandum ini sebagai selingan saja," kata Budi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata konsumsi gandum penduduk Indonesia per kapita pada 2019 mencapai 30,5 kilogram (kg) per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dari konsumsi per kapita beras pada tahun yang sama, yakni 27 kg per tahun.
Berdasarkan data impor sejak 2004 sampai 2022, Indonesia sudah mengimpor gandum dari 30 negara. Hal ini menyebabkan pelaku industri memiliki pengalaman dalam hal manajemen risiko pasokan atau supply risk management.