Kementerian Investasi atau BKPM menyatakan akan tetap mendorong kebijakan larangan ekspor bauksit dan timah pada 2023 atas nama program hilirisasi. Pernyataan tersebut dilayangkan mengingat potensi risiko gugatan oleh pihak-pihak oposisi ke Organisasi Dagang Dunia atau WTO.
Sebagai informasi, Pemerintah Indonesia tengah digugat oleh Uni Eropa terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Adapun, gugatan tersebut dilayangkan pada November 2019.
"Kita penghasil Timah terbesar tapi negara lain yang tentukan harga timah. Saya katakan, pola-pola ini harus kita hentikan dan kita akan berlakukan larangan yang sama seperti pelarangan bijih nikel. Biar aja orang membawa kita ke WTO," kata Bahlil di Institut Teknologi Sepuluh November, Selasa (4/10).
Bahlil menyampaikan Indonesia merupakan negara produsen timah kedua di dunia setelah Cina. Akan tetapi, Cina melakukan hilirisasi pada hasil produksi timahnya sendiri hingga 70%. Sementara Indonesia yang hilirisasi produk timahnya tidak lebih dari 5%.
Bahlil menjelaskan, hilirisasi bauksit dan timah merupakan langkah yang penting untuk membuka lapangan pekerjaan. Selain itu, menurutnya, hilirisasi bauksit dan timah dapat menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru selain di Pulau Jawa.
Dia berpendapat pemerintah perlu segera menciptakan lapangan kerja mengingat angkatan kerja di dalam negeri yang cukup banyak. Dia menghitung angkatan kerja saat ini mencapai 9,9 juta kerja, yakni 7 juta orang di daerah dan 2,9 juta orang akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, Bahlil menghimbau masyarakat, khususnya mahasiswa, memanfaatkan program hilirisasi tersebut untuk menciptakan lapangan kerja baru. Bahlil mendorong agar lulusan baru perguruan tinggi tidak menjadi aparatur sipil negara pada masa depan.
"Semua pekerjaan itu hanya menyerap 1 juta orang. Ini masalah besar. Kalau tidak diciptakan lapangan kerja baru, seluruh kampus akan jadi pabrik pengangguran intelektual," kata Bahlil.
Sebelumnya, dia mengatakan telah mendorong pelaku industri timah eksisting untuk membangun fasilitas produksi hilirisasi. Pasalnya, pemerintah mulai melakukan penataan ekspor timah batangan pada tahun depan.
Bahlil mengatakan, sejauh ini ada dua skema yang diterapkan dalam penataan ekspor timah pada 2023. Pertama, orang yang bisa mengekspor timah adalah pelaku usaha yang telah memiliki fasilitas peleburan atau smelter timah.
Menurutnya, pelaku usaha yang sedang dalam proses pembangunan smelter dan telah mencapai 80% dari progres konstruksi juga dapat melakukan ekspor timah. Dengan demikian, Bahlil optimistis praktik lama yang hanya menyampaikan intensi untuk membangun smelter agar dapat melakukan ekspor tidak dapat digunakan lagi.
Selain timah, Bahlil mengatakan juga akan melarang ekspor bauksit dalam waktu dekat. Kebijakan tersebut dilakukan atas nama hilirisasi di dalam negeri.
Saat ini, proses pembuatan kebijakan larangan ekspor bauksit dan timah sedang dalam tahap penyusunan pohon industri. Bahlil menargetkan pohon industri kedua komoditas tersebut selesai disusun pada akhir 2022, sementara itu kebijakan tersebut akan didorong untuk diterbitkan pada 2023.