Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS mengalami penurunan penerimaan yang sangat signifikan pada tahun ini. Penurunan tersebut disebabkan kebjakan ekspor sawit yang diterapkan pemerintah.
Kebijakan pertama yaitu larangan ekspor sawit yang berlaku 28 April hingga 23 Mei 2022. Selain itu, pengurangan dana sawit disebabka arena kebijakan pungutan ekspor 0% yang berlaku mulai 15 Juli sampai 15 November 2022.
Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman, mengatakan pungutan ekspor mencapai Rp 30,80 triliun sepanjang 2022. Angka pungutan ekspor tersebut turun dibandingkan tahun 2021 yang mencapai hingga Rp 71,643 triliun.
“Memang terjadi penurunan yang cukup besar, mengapa demikian? Karena disebabkan bahwa pemerintah menetapkan suatu kebijakan untuk melarang sementara ekspor CPO dan produk-produk turunannya, sehingga di dalam periode tadi BPDPKS tidak mendapatkan penerimaan yang berasal dari pungutan ekspor,” ujar Eddy dalam acara Press Conference BPDPKS, di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (21/12).
Eddy mengatakan, kebijakan moratorium pungutan ekspor memiliki tujuan yang baik yaitu untuk mengurangi beban eksportir. Dengan demikian, produk-produk sawit bisa lebih kompetitif di pasar internasional.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan, pungutan ekspor kemudian diberlakukan kembali pada 16 ovember 2022. Hal itu karena harga CPO global sudah mecapai US$ 800 dolar.
“Kita pergunakan dananya, kita manfaatkan untuk mendanai program-program yang diselenggarakan BPDPKS,” ujarmya
Namun demikian, Eddy menilai, kontribusi pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi sawit. Selain itu, dia mengatakan bahwa capaian kinerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di tahun 2022 mencapai hingga Rp 800 miliar.