Tarif KRL Akan Naik, Kemenhub Lakukan Survei Kepada Penumpang

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.
Rangkaian Commuterline (KRL) memasuki Stasiun Kebayoran, Jakarta, Senin (19/12/2022). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menaikkan tarif Commuter Line (KRL) pada 2023.
26/12/2022, 15.57 WIB

Kementerian Perhubungan akan kembali melakukan survei tarif kereta commuter line dalam waktu dekat. Hal ini dilakukan sebagai basis pertimbangan kenaikan tarif.

Survei yang dimaksud adalah Kemampuan dan Kemauan Membayar atau ATP-WTP. Kemenhub sebelumnya telah melakukan survey ATP-WTP pada 2021 dan dipublikasikan pada awal 2022. Meski demikian, hasil penjaringan opini itu tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

"Sekarang situasi pergerakan masyarakat sudah tinggi, penyebaran Covid-19 sudah mulai landai. Jadi mobilitas masyarakat sudah berbeda," kata Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati di Stasiun Manggarai, Senin (26/12).

Kemenhub sebelumnya melakukan studi ATP-WTP dengan jumlah responden sebanyak 6.841 orang dari lima stasiun, yakni Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Serpong. Studi itu menemukan rata-rata kemampuan bayar atau ATP konsumen commuter line mencapai Rp 8.486 per orang, sedangkan kemauan membayar atau WTP senilai Rp 4.625 per orang. 

Metode yang digunakan Kemenhub dalam menghitung ATP adalah mengaitkan upah minimum provinsi (UMP) setiap daerah stasiun. Sementara itu, nilai WTP didapatkan dari survei langsung ke pengguna KRL. 

Sebelumnya, Plt Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan Kemenhub Arif Anwar mengatakan pihaknya telah mengajukan penyesuaian KRL tahun ini. Saat ini, Kemenhub sedang menggodok penyesuaian tarif yang tepat sebelum dinaikkan.

Menurutnya, penyesuaian tarif ini akan meringankan beban pemerintah dalam subsidi kewajiban layanan publik atau public service obligation (PSO). Pasalnya, nilai PSO yang diberikan pemerintah ke PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terus meningkat sejak 2017, sedangkan tarif KRL tidak berubah sejak 2015.

Berdasarkan data KCI, nilai PSO yang diberikan pemerintah mencapai Rp 1,99 triliun pada 2021 atau naik 28,3% dari realisasi 2020 senilai Rp 1,55 triliun. Capaian itu juga naik 57,81% jika dibandingkan dengan PSO pada 2017 senilai Rp 1,26 triliun.

Sedangkan, KCI membutuhkan dana hingga Rp 14.981 per orang untuk dapat mengoperasikan KRL. PSO yang diberikan per penumpang adalah Rp 11.981 per orang dengan perhitungan tarif saat ini.

"Kenaikan tarif ini dalam rangka untuk mengurangi beban PSO," kata Arif.

Selain Kemenhub, ada dua studi ATP-WTP yang dilakukan terkait tarif kereta commuter line yang dipublikasikan pada awal 2022, yakni oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub).

Ketiga survei tersebut menunjukkan penumpang kereta commuter line mau dan memiliki kemampuan membayar tarif di atas Rp 5.000 per orang untuk 25 kilometer pertama.

Studi ATP-WTP Balitbanghub menemukan ATP pada 25 kilometer pertama adalah Rp 4.988, sedangkan WTP mencapai Rp 5.400. Metode perhitungan ATP-WTP yang dipilih Balitbanghub adalah menghubungkan antara pendapatan pengguna KRL dengan pengeluaran transportasi.

Terakhir, studi ATP-WTP yang dilakukan YLKI menemukan KCI memiliki ruang untuk menaikkan tarif senilai Rp 2.000 pada 25 kilometer pertama menjadi Rp 5.000. Implikasi dari penyesuaian tarif itu adalah terkikisnya jumlah penumpang KCI sebanyak 3%.

Namun, sebanyak 95,5% penumpang KRL menyatakan akan tetap menggunakan KRL jika terjadi kenaikan tarif. Secara rinci, ATP hasil studi YLKI adalah Rp 5.156 untuk 25 kilometer pertama.

"Saya kita moda transportasi commuter line jadi moda transportasi yang dianggap paling murah, sehingga loyalitas pada  commuter line sangat tinggi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Reporter: Andi M. Arief