Harga beras terus naik sejak Agustus 2022 dan menembus titik tertinggi dalam lima tahun terakhir. Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan kenaikan harga beras terus terjadi.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok atau SP2KP Kementerian Perdagangan, rata-rata harga beras medium nasional mencapai Rp 11.800 per kg pada Senin (13/3). Harga beras tersebut naik 13% dibandingkan rata-rata Maret 2022 mencapai Rp 10.400 per kg.
Sementara rata-rata harga beras premium mencapai Rp 13.500 per kg. Harga beras tersebut naik 8% dibandingkan rata-rata Maret 2022 mencapai Rp 12.400 per kg.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi, Sutarto Alimoeso, mengatakan terdapat tiga faktor yang menyebabkan harga beras terus naik dalam lima tahun terakhir. Pertama yaitu kebijakan pemerintah mengenai logostik perberasan.
Dia mengatakan, pemerintah mengubah kebijakan penyaluran beras untuk warga miskin dari sebelumnya satu pintu melalui Bulog, kini diubah menjadi bantuan pangan non tunai. Kondisi ini membuat peran Bulog sebagai stabilisator harga menjadi berkurang.
Faktor kedua yaitu kenaikan bahan bakar minyak yang menyebabkan inflasi meningkat. Sementara yang ketga adalah manajemen stok.Pemerintah harus memiliki stok yang baik baik dalam jumlah maupun kualitas variabilitas.
"Ternyata tahun lalu kan jumlah cadangan beras Bulog kan sedikit dan akhirnya impor, itu pun terlambat," ujarnya kepada Katadata.co.id, Senin (14/3).
Ada Pemain Besar
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih, mengatakan kenaikan harga beras tersebut dipengaruhi distribusi yang lebih terbuka dibandingkan sebelumnya. Distribusi beras kini tidak lagi hanya perusahaan-perusahaan kecil dan Bulog, tapi sudah perusahaan-perusahaan besar.
"Jadi perusahaan besar inilah yang mendongkrak harga beras menjadi tinggi," ujarnya.
Dia mengatakan, perusahaan besar ini membeli gabah petani dan memasarkan sendiri di pasar modern. Pemain besar ini kerap mengambil keuntungan lebh besar dari perusahaan-perusahaan kecil sehingga harga beras pun menjadi terangkat.
Henry mengatakan, sebelumnya tidak ada aktor besar di luar Bulog yang masuk dalam tata niaga beras. Tata niaga beras sebelumnya hanya dikuasasi hanya penggilingan kecil maupun terbatas yang tidak bisa membentuk harga. Hal itu karena perusahan kecil tersebut tidak terlibat dariseluruh rantai tata niaga beras mulai dari penyerapan gabah dan penjualan beras.
"Dulu perusahaan kecil hanya bisa menguasai distribusi satu hingga dua kabupaten. Sekarag mereka bisa menguasai lintas provinsi," ujarnya.